TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa penggunaan kantor virtual (virtual office) untuk kegiatan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) termasuk usaha rintisan (startup) sebenarnya sah-sah saja. "Penggunaan virtual office untuk kantor bersama atau alamat kontak boleh saja," kata Direktur Bina Usaha Perdagangan, Kementerian Perdagangan Fetnayeti saat dihubungi, Kamis, 28 Januari 2016.
Yang dilarang, menurut Fetnayeti, adalah penggunaan alamat virtual office untuk mengurus perizinan formal. "Untuk mengurus Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), misalnya, tidak bisa menggunakan alamat virtual office," katanya.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengajukan perizinan kantor virtual (virtual office) ke Kementerian Perdagangan. Langkah ini diambil guna memudahkan para pebisnis perintis (startup) dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Kehadiran banyak perintis seperti teknologi aplikasi dan para UMKM sejatinya harus didukung pemerintah melalui regulasi yang memihak," kata Wakil Ketua Umum Kadin bidang UMKM, Koperasi, dan Industri Kreatif Sandiaga Uno, Kamis, 28 Januari 2016.
Sandiaga menyatakan keberadaan kantor virtual juga ruang kerja bersama (coworking space) sangat mendorong perkembangan startup hingga jadi perusahaan mapan. "Jadi peraturan yang dibuat juga harus kondusif," ujarnya.
Langkah Kadin itu diambil karena pemerintah DKI Jakarta melarang penggunaan virtual office. Larangan itu tertuang dalam Surat Edaran Kepala Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) Jakarta Nomor 41/SE/Tahun 2015 tanggal 2 November 2015, tentang surat keterangan domisili badan usaha yang berkantor virtual, dan mulai berlaku pada 31 Desember 2015.
Larangan itu dibuat agar pemerintah bisa memastikan keberadaan perusahaan. "Apa benar itu kantor ada pegawainya, apa betul ada aktivitasnya. Masak ada satu kantor tapi isinya 300 perusahaan?" kata Kepala Bagian Bidang Pembinaan BPTSP DKI Jakarta, Ahmad Ghiffari.
PINGIT ARIA