TEMPO.CO, Bojonegoro-Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur Ony Mahardika mengkritik manajemen operasi Join Operating Body-Pertamina PetroChina East Java (JOB-PPEJ) dalam mengeksploitasi minyak dan gas di Bojonegoro karena sering timbul masalah. ”Standar pelaksana kerjanya kurang,” ujar Ony, Selasa, 2 Februari 2016.
Menurut dia ruang hidup rakyat belum menjadi pilihan bagi pemegang kebijakan dan pemilik modal. Sebab, selama satu dekade ini bencana industri sering terjadi di pertambangan minyak dan gas di Sumur Sukowati, Desa Sambiroto, Bojonegoro itu. “Ini memprihatinkan,” kata dia.
Berdasarkan data yang dikumpulkan Tempo selama 2015 hingga awal 2016 saja telah terjadi tiga kali masalah. Pertama ialah kasus pencemaran lingkungan di perairan laut Desa Karangagung, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, Kamis, 20 Agustus 2015.
Ketika itu Wakil Bupati Tuban Noor Nahar Hussein meminta JOB-PPEJ bertanggung jawab atas kerusakan biota laut akibat bocornya pipa berukuran 10 inci milik perusahaan tersebut. ”Mereka harus tanggung jawab atas pemulihan ekosistem laut yang rusak," ujarnya.
Kasus kedua terjadi saat pipa minyak mentah JOB-PPEJ bocor di perairan yang sama, Rabu petang, 14 Oktober 2015. Pipa yang bocor pun sama, yakni ukuran 10 inci. Kebocoran itu juga sempat menyebabkan pencemaran air.
Adapun kasus terakhir terjadi pada Ahad, 31 Januari-Senin, 1 Februari 2016 ketika sejumlah warga Sambiroto keracunan bau busuk gas beracun semacam H2S (Hydrogen Sulfide) yang diduga berasal dari kebocoran pipa JOB-PPEJ. Sebanyak 11 orang yang mengalami mual dan lemas dibawa ke rumah sakit Bojonegoro.
Kasus bau busuk serupa juga pernah terjadi pada 2006 dari sumur JOB-PPEJ di Desa Ngampel dan Sambiroto. Sebanyak 16 korban keracunan juga dilarikan ke rumah sakit. "Penambangan migas di lokasi padat huni merupakan problem besar praktek pertambangan di Indonesia," ucap Ony.
SUJATMIKO