TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur Papua Barat Irene Manibuy mengatakan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua belum bisa membuktikan masyarakat sejahtera. Irene menganggap, perlu ada revisi, yang perubahannya mengacu pada terwujudnya kesejahteraan rakyat Papua.
"Belum melihat ada tanda masyarakat Papua merasakan sejahtera," kata Irene seusai rapat di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Senayan, Selasa, 9 Februari 2016. Kelak, setelah direvisi, menurut Irene, undang-undang tersebut namanya menjadi UU Otonomi Khusus plus.
Plus tersebut menyangkut peraturan lebih detail tentang beberapa hal, seperti pengelolaan dana otonomi khusus. Selama ini dana otonomi khusus belum dipisah alias tercampur dengan APBD.
Akibat belum adanya regulasi pengelolaan dan pertanggung jawaban soal penggunaan dana, hal tersebut kini sering menjadi masalah. "Ini yang menimbulkan masyarakat tidak puas dan berteriak merdeka," ujar Irene.
Usul ini mendapat penolakan dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam acara yang sama di DPD Senayan, Luhut mengatakan sebaiknya UU Otonomi Khusus diimplementasikan secara maksimal terlebih dulu.
Caranya, undang-undang tersebut dibuatkan peraturan daerah khusus untuk memudahkan implementasi. Peraturan daerah utamanya menyangkut pemanfaatan dana yang harus dipindahkan dengan APBD. "Ini supaya dana otonomi khusus bisa dilakukan dengan benar."
Irene membenarkan implementasi UU Otonomi Khusus belum maksimal. Banyak faktor yang menyelimutinya. Salah satunya landasan penggunaan dana yang hanya memakai Peraturan Gubernur, bukan Perdasus (Peraturan Daerah Khusus). "Ini menyalahi apa yang dimaksud oleh UU, di mana harus pakai Perdasus."
DIKO OKTARA