TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan sudah tidak ada masalah dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) proyek pembangunan kereta cepat Jakarta- Bandung. Memang ada beberapa catatan mengenai banjir dan gerakan tanah gempa.
Tapi, kata dia, masalah itu sudah bisa diatasi PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) selaku pemrakarsa. "Semua sudah dirangkum dalam dokumen amdal. Jadi tidak ada yang diragukan lagi dalam dokumen amdal," ujarnya saat memberikan keterangan pers mengenai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung di Gedung Bina Graha, Jakarta, pada Selasa, 9 Februari 2016.
Menurut Siti, amdal terdiri atas tiga dokumen. Pertama, environment impact assessment atau analisis dampak lingkungan. Kedua, analisis lingkungan yang bersifat strategis atau strategic environment assessment. Analisis ini, kata Siti, berkaitan dengan hal yang bersifat makro dan strategis, seperti perencanaan wilayah, bukan analisis kereta cepatnya. "Yang terjadi sering tercampur antara analisis kereta cepat dan wilayah tempat dibangun. Ini harus dipisahkan," tuturnya. Dokumen terakhir adalah dokumen pemantauan lingkungan.
Siti mengatakan KCIC selaku pemrakarsa mengajukan dokumen formal ke Kementerian untuk analisis pada 4 November 2015. Dari periode November 2015 hingga Januari 2016, sudah terjadi beberapa kali revisi dan pembahasan di mana Kementerian meminta KCIC memperbaiki dokumen analisis lingkungan. Pembahasan lengkap, kata dia, baru dilakukan pada rapat teknis, 18 Januari 2016.
Akhirnya, pada 20 Januari 2016, Menteri Lingkungan Hidup menerbitkan surat keputusan mengenai kelayakan lingkungan dan izin lingkungan. Artinya, amdal sudah tidak bermasalah. Tapi Siti mengatakan, setelah proses penerbitan SK, memang ada masukan dari berbagai pihak mengenai amdal proyek kereta cepat. Salah satunya soal gerakan tanah gempa dan curah hujan.
"Karena berkaitan dengan izin kelayakan lingkungan, kami tugasi pemrakarsa melengkapi data fisik lapangan menyangkut tanah gempa dan curah hujan," katanya. Setelah itu, KCIC selaku pemrakarsa menemukan adanya empat titik kritis.
Siti mengatakan, dari empat titik itu, satu memiliki titik kritis tinggi dan tiga memiliki titik kritis menengah. "Titik kritis itu ada di kilometer 87, 74, 79, dan 72. Lalu kami menugasi pemrakarsa melakukan sosialisasi kepada masyarakat," ujarnya.
Siti mengatakan catatan lain adalah soal kekhawatiran terhadap banjir di Tegal Alur. KCIC, ucap dia, sudah memberikan solusi bahwa masalah itu akan diatasi dengan teknologi drainase dengan bangunan air. "Jadi harus zero waste dan sudah dirangkum dalam dokumen amdal," katanya.
ANANDA TERESIA