TEMPO.CO, Jakarta - Salah seorang warga kawasan hiburan malam Kalijodo, Jakarta Utara, Sarim, 47 tahun, mengatakan masih bingung atas kebijakan pemerintah DKI yang akan menertibkan kawasan Kalijodo. Menurut dia, bila ingin menertibkan bisnis prostitusi, pemerintah DKI tidak perlu menggusur rumah-rumah penduduk lain yang tidak ada hubungannya dengan usaha hiburan.
Ia pun menolak pindah ke rumah susun karena merasa sebagai penduduk legal yang memiliki surat bukti kepemilikan tanah. "Saya punya surat-surat, saya bayar PBB juga," kata Sarim saat ditemui di rumahnya di RT 4 RW 05, Penjaringan, Jakarta, Kamis, 18 Februari 2016.
Sarim menuturkan keluarganya sudah turun-temurun tinggal di Kalijodo. Bahkan ia bercerita orang tuanya yang asli Tangerang bertemu dengan jodohnya di tempat ini.
Karena itu, ia merasa kecewa lantaran pemerintah provinsi, khususnya Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, enggan berdialog dengan warga terkait dengan rencana penertiban. Ia kecewa karena pemerintah tidak mau mendengar permohonan warga.
"Ahok nawarin rumah susun, tapi masak kami enggak bisa berikan penawaran juga? Datang dong, dialog dengan kami," ujarnya.
Menurut Sarim, kalaupun pemerintah berkukuh ingin menggusur penduduk Kalijodo, ia meminta ganti rugi yang setimpal sesuai dengan harga bangunan yang dimiliki.
Senada dengan Sarim, Rivado, warga Kalijodo pemilik usaha rumah kos, menolak tegas rencana penggusuran warga. Sama seperti Sarim, ia mengaku sebagai warga asli dan memiliki surat-surat bukti kepemilikan tanah.
Rivado pun turut menyayangkan sikap pemerintah yang kurang berdialog dengan warga. Ia menuturkan, saat kebakaran terjadi pada 2013, Gubernur DKI saat itu, Joko Widodo, berniat mengunjungi Kalijodo. Tapi hal itu tidak terjadi. "Dulu kami udah seneng Gubernur mau ke sini, eh enggak jadi," ucapnya.
Hari ini, secara resmi, pemerintah DKI melayangkan surat peringatan pertama yang meminta warga mengosongkan tempat tinggal dan menutup usaha hiburan malam. Hal ini terkait dengan rencana penertiban kawasan Kalijodo untuk menjadi ruang terbuka hijau.
AHMAD FAIZ