TEMPO.CO, Yogyakarta - Aktivis yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Demokrasi mengadukan polisi, yang menghalangi mereka berdemonstrasi ke Tugu Yogyakarta, ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Rabu, 24 Februari 2016. Pegiat hak-hak lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) itu telah berkomunikasi dengan Komnas HAM pascabentrok dengan polisi.
Humas Solidaritas Perjuangan Demokrasi, Ani, menyatakan para aktivis mendata ada 14 korban kekerasan yang dilakukan oleh polisi akibat bentrokan itu. Korban kekerasan itu ada yang luka ringan, ada juga yang harus dilarikan ke rumah sakit karena dipukul polisi di bagian ulu hati. Ada pula aktivis yang dijambak dan dipukul. “Kami sudah komunikasi dengan Komnas HAM,” kata Ani kepada Tempo.
Ia menyatakan Komnas HAM telah berkomunikasi dengan polisi untuk menindaklanjuti bentrokan itu. Selain mengadukan kekerasan tersebut, aktivis mendapat advokasi dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta. Aktivis, kata Ani, tidak gentar dengan berbagai ancaman atau teror dari kelompok intoleran. Mereka mengajak semua kalangan berani bersuara melawan kelompok intoleran yang fasis dan menebar kebencian.
Aktivis kini sedang menyiapkan dukungan lebih besar untuk aksi memperingati International Women Day pada 8 Maret 2016. Mereka menentang segala bentuk kekerasan terhadap LGBT. Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap 8 Maret menjadi bagian sejarah gerakan perempuan dunia memperjuangkan isu-isu perempuan.
Setidaknya, 150 aktivis yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Demokrasi berdemonstrasi secara damai, memprotes kelompok intoleran di halaman samping gerai cepat saji McDonald's Yogyakarta, Selasa sore, 23 Februari 2016. Aktivis berkumpul dan bertahan di sekitar gerai makanan itu hingga malam hari.
Mereka membawa spanduk, di antaranya bertuliskan: “Sultan Jogja darurat intoleransi”, “ke mana rasa aman kami”, dan “LGBT cinta Jogja”. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kelompok intoleran yang mengancam LGBT. Aktivis juga jengah dengan kekerasan yang dilakukan kelompok intoleran terhadap berbagai aktivitas demokrasi. Mereka sedianya akan demonstrasi di Tugu.
Namun polisi yang berjaga di sekitar McDonald's melarang mereka karena alasan keamanan. Di Tugu, ratusan orang dari Angkatan Muda Forum Ukhuwah Islamiyah menunggu aktivis prodemokrasi. Massa Forum Ukhuwah Islamiyah, yang jumlahnya lebih banyak ketimbang aktivis prodemokrasi, hari itu juga berdemonstrasi menolak LGBT di Titik Nol. Setelah mendengar informasi ada demonstrasi tandingan dari aktivis prodemokrasi, FUI menghadang di Tugu.
Tak hanya menghadang, teror dan ancaman juga dilakukan FUI melalui pesan berantai. Isinya,: “Dokumentasikan tokoh-tokohnya dan pesertanya. Catat jenis kendaraan dan nomor polisinya. Buntuti sampai tempat tinggalnya. Kita buru siapa pun yang bertanggung jawab pada aksi LGBT.”
Dalam siaran pers mereka juga mengecam keras LGBT. Di antaranya perang selamanya terhadap segala bentuk usaha melegalkan gerakan LGBT.
Selain itu, mereka akan melakukan apa saja untuk melawan LGBT, yakni bakar, rajam, atau hukuman penjatuhan dari tempat tertinggi kepada LGBT. Spanduk-spanduk anti-LGBT pun mereka pasang di banyak tempat.
SHINTA MAHARANI