TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti tidak percaya ada anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror yang melakukan penyiksaan dan intimidasi terhadap terduga teroris asal Klaten, Siyono, yang meninggal dalam pemeriksaan oleh Densus. "Itu tidak mungkin dilakukan," ucapnya kepada Tempo, Ahad, 27 Maret 2016.
Badrodin mengatakan, kalau korban disiksa, anggota Densus yang mengawalnya tidak akan ikut babak belur, yang mengindikasikan Siyono berusaha melawan petugas.
Meski demikian, Badrodin menyatakan memang ada kesalahan prosedur saat membawa Siyono. Kelalaian tidak memborgol Siyono adalah murni kesalahan Densus.
Baca: Apa Saja Kejanggalan dalam Kematian Siyono, Terduga Teroris?
Sedangkan soal intimidasi terhadap keluarga Siyono, Badrodin belum bisa memastikan kebenarannya. Ia mengaku akan mencari tahu penyebab anggota Densus 88 mengintimidasi keluarga Siyono. "Apa mungkin takut dimintai uang santunan?" ujarnya.
Badrodin pun berjanji akan menindak anggota yang terbukti melakukan intimidasi sesuai dengan undang-undang yang berlaku. "Kalau itu benar terjadi, kami akan cek kenapa lakukan itu. Propam sudah menyelidiki kasus ini," tuturnya.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) mencatat, ada pola yang sama dan terulang terkait dengan prosedur penangkapan terduga teroris oleh Densus 88. Menurut Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik Kontras Putri Kanesia, siapa pun yang berurusan dengan Densus 88 ada pola intimidasi.
Salah satu bentuk intimidasinya adalah terduga dipaksa menandatangani surat pernyataan tersangka. Pihak keluarga pun tidak memiliki kebebasan memilih kuasa hukum. Selepas pulang, para terduga teroris ini diminta tidak menuntut tanggung jawab.
Baca: KontraS: Tangkap Siyono, Densus 88 Diduga Langgar Prosedur
Hal itu juga dilakukan kepada Siyono. Ia ditangkap di depan orang tuanya. Tapi petugas tidak memberi keterangan apa pun, bahkan hingga Siyono dikabarkan tewas. Marso, ayah Siyono, juga diduga mendapatkan intimidasi dari Kepolisian Resor Klaten. Ia diminta menandatangani surat tidak akan menuntut dan mengikhlaskan kepergian anaknya.
Siyono, 33 tahun, ditangkap anggota Densus 88 setelah menunaikan salat Magrib di masjid yang terletak di samping rumahnya, Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pada Selasa, 8 Maret 2016. Tiga hari kemudian, Jumat, 11 Maret 2016, ayah lima anak itu dikabarkan tewas.
MAYA AYU PUSPITASARI