TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan Indonesia tak bisa bergabung dengan koalisi militer yang dibentuk Arab Saudi untuk memerangi terorisme. Koalisi yang terdiri dari 34 negara bermayoritas penduduk muslim tersebut, kata Ryamizard, tak cocok diikuti Indonesia yang menganut politik luar negeri bebas aktif.
“Bulan lalu saya sampaikan ke Raja dan Menhan Arab, kami tidak bisa gabung koalisi militer itu. (Saya bilang) Undang-undang kami tidak bisa,” kata Ryamizard di sela Seminar Nasional Kurikulum Pertahanan dan Bela Negara Universitas Pertahanan di gedung Kemenhan, Selasa, 29 Maret 2016.
Meski tak bergabung, Ryamizard mengatakan Indonesia siap mendukung perlawanan terhadap teroris, terutama kelompok radikal ISIS. Dia mengatakan terorisme adalah ancaman berat yang sedang dihadapi Indonesia.
Saat membuka seminar pun, Ryamizard sempat membahas sejumlah teror yang terjadi baru-baru ini. "Kita lihat lagi serangan di bandara dan stasiun di Brussels, menewaskan 31 orang. Di Lahore juga kemarin, 65 tewas. Ini rangkaian aksi pengecut seperti yang terjadi di Prancis, Berlin, dan Indonesia," kata dia.
Ryamizard mengaku risih pada konsep dan pemikiran para teroris yang sering mengatasnamakan agama. "Saya tegaskan tak ada kamusnya, membunuh orang bisa masuk surga. Itu orang tolol yang berpikir begitu," ujarnya.
Ryamizard juga menyesalkan kabar adanya warga Indonesia pergi ke Suriah untuk menjadi pengikut ISIS, setelah diiming-imingi uang dan banyak hal lain. "Saya bilang juga ke Menhan Arab, ISIS isinya 200-300 orang saja dunia sudah gaduh. Kalau satu persen saja warga Indonesia gabung, dunia kiamat," kata dia.
Akhir 2015 lalu, Arab Saudi mengumumkan pembentukan koalisi militer 34 negara Islam untuk memerangi terorisme.
Dalam konferensi pers yang langka, Putra Mahkota dan Menteri Pertahanan Arab Saudi, Mohammed bin Salman, menyebutkan koalisi itu akan memerangi terorisme di Irak, Suriah, Libya, Mesir, dan Afghanistan.
"Akan ada koordinasi internasional dengan negara-negara besar dan organisasi internasional dalam hal operasi di Suriah dan Irak. Kita tidak bisa melakukan operasi ini tanpa berkoordinasi dengan legitimasi di tempat ini dan masyarakat internasional," ucap Salman, sebagaimana dikutip dari laman The Guardian, 15 November 2015.
Koalisi tersebut terdiri sejumlah negara Arab, seperti Mesir, Qatar, dan Uni Emirat Arab. Tergabung juga Turki, Malaysia, Pakistan, dan negara-negara Afrika.
YOHANES PASKALIS | THE GUARDIAN