TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Presiden Teten Masduki sempat mendatangi sembilan wanita dari Gunung Kendeng, Jawa Timur, sebelum mereka mengecor kaki di depan Istana Negara, Selasa, 12 April 2016.
Menurut Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Joko Prianto, Teten mendatangi para pendemo di tempat mereka menginap tadi malam. “Dia khawatir atas rencana ibu-ibu itu dan sempat melarang,” kata Joko saat berdemo.
BACA: Petani Kendeng Berdemo di PTUN Surabaya
Cor kaki akhirnya tak bisa dicegah. Pada pukul 15.10, dua jam molor dari rencana awal karena angkutan semen terkena macet, para ibu mengecor kaki mereka di kotak kayu ukuran 100 x 40 sentimeter. Para ibu yang menolak pabrik semen di lahan pertanian mereka itu bernyanyi Salah Mongso dan Segoro Hilang Manise yang bercerita soal dampak-dampak jika alam dirusak.
BACA: Begini Kejanggalan Amdal PT Semen Indonesia di Rembang
Sembilan perempuan itu berasal dari Pati, Grobogan, dan Rembang. Mereka adalah Sukinah, Supini, Murtini, Surani, Kiyem, Ngadinah, Karsupi, Deni, dan Rimabarwati.
Karsupi, 42 tahun, dari Rembang, mengaku terganggu sejak PT Semen Indonesia hendak membangun pabrik di sana. "Mata air kami rusak," ujar Karsupi. Investigasi majalah Tempo menemukan fakta apa yang disebut Karsupi. Analisis mengenai dampak lingkungan pendirian pabrik semen ini juga ganjil.
BACA: Alasan PT Semen Indonesia Ngotot Bangun Pabrik di Rembang
Para pendemo menegaskan, cor kaki tak akan berhenti sampai Presiden Joko Widodo menemui mereka dan mendengarkan protes. Selain Teten, Deputi V Kepala Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani juga menemui para pendemo dan mendengarkan protes mereka.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI