TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengapresiasi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi atas dirinya. Menurut Ahok, pemanggilan ini penting agar dia tak melulu dijadikan kambing hitam dalam kasus Rumah Sakit Sumber Waras.
"Makanya saya terima kasih sama KPK kemarin. Saya terima kasih bapak-ibu panggil saya. Kalau enggak dipanggil saya ini, jadi liar di luar, seolah-olah saya bersalah," kata Ahok di kantor Gubernur, Jakarta, Rabu, 13 April 2016.
Selasa, 12 April, Ahok dipanggil KPK. Pemeriksaan ini berlangsung selama 12 jam. Ahok mengaku diperiksa empat orang. Pertanyaannya pun berkisar mengenai dugaan kerugian negara sebesar Rp 191 miliar akibat pembelian RS Sumber Waras.
KPK mulai menyelidiki kasus ini pada 20 Agustus 2015. Kasus tersebut pertama kali mencuat dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Jakarta atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2014 yang menyatakan ada kerugian negara atas pembelian RS Sumber Waras.
BPK Jakarta menganggap prosedur pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras dapat menimbulkan kerugian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pasalnya, saat itu harga nilai jual obyek pajak (NJOP) di daerah tersebut masih memakai NJOP lama. Namun, Ahok membeli dengan NJOP yang baru dikeluarkan setelah pembelian dilakukan.
BPK RI pun kemudian melakukan audit ulang atas permintaan KPK. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama diperiksa seharian oleh BPK RI pada 23 November 2015. Hasil audit investigasi itu diserahkan kepada KPK pada 7 Desember 2015. Setelah tidak ada kabar, pada Selasa, 12 April kemarin, Ahok kembali dipanggil KPK.
Namun, menurut Ahok, tudingan pembelian RS Sumber Waras merugikan negara tidak beralasan. Apabila kerugian negara diakibatkan NJOP, Ahok mengatakan kewenangan NJOP bukan berada di tangannya. Untuk penentuan zona ada di Kementerian Dalam Negeri sementara untuk harga ditentukan oleh staf ahli. "Bukan kami lho. Bukan kami panggil, eh tolong ya yang merah sekian. Itu ada hitung-hitungannya," ujar Ahok.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI