Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Abdi Dalem Keraton Yogyakarta, Abdi Raja atau Pegawai?

Editor

Sunu Dyantoro

image-gnews
Abdi dalem Keraton Kasultanan Yogyakarta. (TEMPO/Pito Agustin Rudiana)
Abdi dalem Keraton Kasultanan Yogyakarta. (TEMPO/Pito Agustin Rudiana)
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Empat puluh tahun mengabdi di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat tentulah bukan waktu yang pendek bagi Suyatman (65 tahun). Berawal dari kakeknya yang mengabdi sebagai pengirit (pimpinan) pedalangan zaman Sultan Hamengku Buwono VII.

Ayahnya pun menjadi pekathik atau tukang cari rumput untuk makanan kuda dari Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Yudhaningrat, anak dari Sultan Hamengku Buwono IX. Suyatman menggantikan posisi kakeknya yang telah meninggal. Jabatannya sudah tinggi, yaitu Riyo Bupati Anom dengan nama pemberian Sultan Hamengku Buwono X, Ki Riyo Cermowicara.

Apabila tak ada pementasan wayang untuk ritual keraton, seperti tiap 12 Mulud di Pagelaran dan 1 Syawal di Magangan, Suyatman melakukan caos (mengabdi ke keraton) tiap Senin, Selasa Kliwon, Rabu, Kamis, dan Sabtu. Tiap Senin caos di pasedhahan atau perlengkapan untuk kostum wayang orang.

Selasa Kliwon, ngisis (menganginkan) pusaka di gedhong pusaka. Rabu, pementasan wayang golek di Bangsal Srimanganti. Kamis, ngisis wayang kulit di Kasatriyan. Sedangkan Sabtu, pementasan  wayang kulit di Bangsal Srimanganti.

Meski pun diistilahkan “mengabdi”, Suyatman juga mendapatkan gaji yang disebut kekucah dari Sultan. Dengan pangkat Riyo Bupati Anom, kekucah yang diterimanya Rp 45 ribu saban tanggal 25 tiap bulan. Nominal rupiah itu telah dikantonginya bertahun-tahun lamanya. Cukupkah?

“Itu soal kepercayaan kok. Kalau saya, madhep mantep percaya Gusti Allah. Penggalihe sumeleh, ora kemrungsung. Kalau ada ya dimakan, enggak ada ya prihatin. Itu nasehat dari simbah,” kata Suyatman saat ngobrol dengan Tempo sambil lesehan di atas pasir di depan Kasatriyan Keraton Yogyakarta, Sabtu, 16 April 2016.

Barulah sejak UU Nomer 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY disahkan pada 2012, Suyatman dan abdi dalem lainnya berlega hati. Lantaran ada dana keistimewaan dari pusat yang dialokasikan untuk honor abdi dalem yang diambilkan dari budget kebudayaan. Suyatman menerima Rp 460 ribu per bulan sejak November 2012 lalu. Tetapi uang itu diterima tiap empat bulan sekali melalui tabungan Bank Pembangunan Daerah (BPD) DIY. Meskipun gaji dan honor itu digabungkan, nilainya masih jauh di bawah Upah Minimum Kota Yogyakarta 2016 Rp 1.452.400.

Abdi dalem lainnya, akrab dipanggil Tono (50 tahun) sudah 15 tahun caos. Dengan pangkat Bekel Sepuh, Tono bertugas di bagian keamanan di Kasatriyan. Tugasnya adalah membuka dan menutup tiga regol (pintu gerbang) di keraton. Pintu paling depan di Keben, pintu tengah menuju Bangsal Kencana, dan pintu belakang di Magangan. Buka pintu dilakukan pada pukul 08.00 dan menutup pada pukul 14.00 setelah wisatawan pulang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selama wisatawan berkunjung, Tono mengawasinya di pelataran. Jangan pengunjung menginjakkan kaki atau duduk di lantai Bangsal Kencana yang merupakan bangsal utama. Lantaran sejumlah pengunjung sering alpa, meskipun di sisi lantai bangsal telah dipasang papan larangan.

Tono biasanya akan bertepuk tangan untuk mengingatkan dari jauh. Bila pengunjung membandel, dia akan menghampirinya. Larangan lainnya adalah dilarang mengenakan topi, payung, merokok, apalagi meludah di lingkungan keraton.
“Abdi dalem juga tidak boleh. Itu pranatan,” kata Tono.

Laki-laki yang tinggal di Bantul itu menolak menyebutkan angka nominal kekucah dan honor yang diterima. Bagi dia, seberapa pun nilai rupiah itu cukup baginya. Bahkan, seandainya tidak ada kekucah maupun honor, Tono menyatakan tetap akan caos mengabdi di keraton. “Karena panggilan hati. Ini enggak bisa dibohongin,” kata Tono sambil menunjuk ke dadanya.

Dia pun mengungkapkan, meski menjadi abdi dalem, tidak tiap hari mereka di sana. Ada yang sepekan sekali, ada yang 10 hari sekali. Namun saat abdi dalem melakukan caos akan berada di keraton selama 24 jam dari pukul 08.00 pagi hingga 08.00 pagi hari berikutnya.

Tiap pukul 11.00 dan 00.00, mereka harus mengisi presensi yang disediakan dengan aksara Jawa. Sedangkan saat tidak caos, abdi dalem bekerja di luar keraton. Ada yang menjadi petani, pedagang di pasar, jual beli barang bekas, atau pun mengelola bengkel seperti dirinya. Pekerjaan di luar sebagai abdi dalem itulah yang menopang kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

PITO AGUSTIN RUDIANA

Baca juga:
Abdi Dalem Keraton Yogya Dapat Gaji dan Honor dari Negara
Kepala BPJS: Abdi Dalem Keraton Berhak pada Jaminan Sosial

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Tak Hanya Malioboro, Tiga Kampung Wisata di Yogyakarta Ini juga Dilirik Wisatawan saat Libur Lebaran

1 hari lalu

Kampung Wisata Purbayan Kotagede Yogyakarta. Dok. Istimewa
Tak Hanya Malioboro, Tiga Kampung Wisata di Yogyakarta Ini juga Dilirik Wisatawan saat Libur Lebaran

Tiga kampung wisata di Kota Yogyakarta ini paling banyak didatangi karena namanya sudah populer dan mendapat sederet penghargaan.


Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

5 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?


Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

7 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.


Mengintip Wahana Baru di Taman Pintar Yogyakarta saat Libur Lebaran

12 hari lalu

Alat Peraga Manual Pump di Kampung Kerajinan Taman Pintar Yogyakarta. (Dok. Istimewa)
Mengintip Wahana Baru di Taman Pintar Yogyakarta saat Libur Lebaran

Dua alat peraga baru di Taman Pintar Yogyakarta di antaranya multimedia berupa Videobooth 360 derajat dan Peraga Manual Pump.


78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

16 hari lalu

Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menyebar udik-udik bagian dari acara Kondur Gongso di Masjid Agung Gedhe, Yogyakarta, (23/1). Upacara Kondur Gongso merupakan upacara dalam menyambut Maulud Nabi. TEMPO/Subekti
78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.


Viral Karcis Parkir Resmi Ditempeli Tambahan Biaya Titip Helm, Dishub Kota Yogyakarta Bakal Bertindak

16 hari lalu

Karcis parkir yang diberi tempelan jasa titip helm di Kota Yogyakarta. (Dok: media sosial)
Viral Karcis Parkir Resmi Ditempeli Tambahan Biaya Titip Helm, Dishub Kota Yogyakarta Bakal Bertindak

Dalam foto yang beredar, terdapat tambahan karcis tidak resmi untuk penitipan helm yang membuat tarif parkir di Yogyakarta membengkak.


BMKG Yogyakarta Keluarkan Peringatan Cuaca Ekstrem, Wisatawan Perlu Waspada saat ke Pantai

36 hari lalu

Wisatawan mengunjungi objek wisata Pantai Parangkusumo di Bantul, DI Yogyakarta, Jumat 1 Januari 2021. Pascapenutupan kawasan wisata pantai selatan Yogyakarta pada malam pergantian tahun baru, pengunjung memadati kawasan tersebut untuk menghabiskan libur tahun baru meskipun kasus COVID-19 di Yogyakarta terus meningkat. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
BMKG Yogyakarta Keluarkan Peringatan Cuaca Ekstrem, Wisatawan Perlu Waspada saat ke Pantai

Seorang wisatawan asing asal Hungaria juga dilaporkan sempat terseret ombak tinggi saat sedang melancong di Pantai Ngandong, Gunungkidul, Yogyakarta.


269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

37 hari lalu

Prajurit Keraton Yogyakarta mengawal arak-arakan gunungan Grebeg Syawal di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, 18 Juli 2015. Sebanyak enam buah gunungan diarak dalam acara ini. TEMPO/Pius Erlangga
269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.


Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

38 hari lalu

Ilustrasi Keraton Yogyakarta. Shutterstock
Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755


Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

38 hari lalu

Tarian Beksan Trunajaya membuka Pameran Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta yang digelar 9 Maret hingga 25 Agustus 2024. (Dok. Istimewa)
Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.