TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Hussein Abdulla, mengklarifikasi pernyataan JK terkait dengan kerja sama ekstradisi dengan Singapura. Menurut Hussein, JK tidak bermaksud menyudutkan Singapura soal belum jelasnya kerja sama ekstradisi antara Singapura dan Indonesia.
"Maksud Pak JK adalah kerja sama itu perlu dicek lagi karena setahu beliau memang belum jelas," ujar Hussein ketika dihubungi Tempo via telepon, Minggu, 24 April 2016.
Beberapa hari lalu, JK dikabarkan menyebut Singapura enggan menandatangani perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Hal itu, menurut JK, mempersulit kerja aparat penegak hukum Indonesia yang mengejar buron-buron di Singapura. Seolah-olah, Singapura menjadi surga para buron.
Baca juga: Tangkap Buron, Jusuf Kalla Minta Singapura Bersedia Ekstradisi
Pemerintah Singapura, lewat kementerian luar negerinya, beberapa jam lalu membalas pernyataan JK tersebut. Singapura beranggapan pernyataan JK menyesatkan karena pada kenyataannya Indonesia dan Singapura pernah membuat perjanjian ekstradisi. Hal itu diteken pada 2007 di Bali, saat JK menjadi wakil presiden pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Adapun perjanjian itu tak jelas implementasinya hingga sekarang. Klaim pemerintah Singapura karena tertunda proses ratifikasi di Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia. Meski begitu, pemerintah Singapura menegaskan siap menjalankan isi perjanjian tersebut apabila sudah jelas statusnya.
Hussein melanjutkan, JK sesungguhnya juga tahu bahwa perjanjian ekstradisi itu terkendala ratifikasi. Namun JK tidak mengetahui perkembangan terbarunya. Itulah kenapa, kata Hussein, JK meminta perjanjian tersebut dicek kembali agar statusnya segera jelas.
"Kan, enggak mungkin beliau tahu semua perkembangannya. Jadi sesungguhnya beliau itu hanya tanya. Beliau maunya semua koruptor, buron, di luar bisa dikejar atau dikembalikan ke Indonesia," kata Hussein.
ISTMAN M.P.