TEMPO.CO, Bandung - PT Dirgantara Indonesia resmi mengantongi type certificate (TC) dari Indonesia Military Airworthiness Authority (IMAA) yang diterbitkan Kementerian Pertahanan untuk memproduksi pesawat terbang tanpa awak atau unmanned aerial vehicle (UAV). Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia Andi Alisjahbana mengatakan Dirgantara sengaja memilih sertifikasi pesawat drone militer, bukan sertifikasi sipil, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. "Konsumen kami lebih banyak dari TNI dan instansi pemerintahan, seperti Basarnas dan Bakamla," katanya pada Selasa, 26 April 2016.
Drone itu adalah hasil pengembangan konsep pesawat UAV hasil riset Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yakni Pesawat Terbang Tanpa Awak Wulung. Dirgantara mengembangkan hasil riset itu agar layak produksi lewat serangkaian pengujian dan sertifikasi dalam 2 tahun terakhir.
Andi mengklaim, drone, yang diberi kode NW01 (Nusantara Wulung), aman digunakan. Sebab, dilengkapi dengan sejumlah lampu agar bisa dilihat pesawat lain. Pesawat itu juga memiliki peranti yang memancarkan transponder, yang mengirimkan identitasnya agar bisa dikenali radar Air Traffic Management.
Soal harga jual, Andi mengaku belum tahu rinciannya. Namun, dia mengklaim, harganya kompetitif. “Karena ini biaya pengembangannya ditanggung pemerintah, biaya jualnya tidak amortisasi. Harganya sangat kompetitif,” tuturnya.
Kepala Pusat Kelaikan Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Laksamana Pertama TNI M. Sofyan mengatakan sertifikasi kelaikan untuk keperluan militer lebih diperketat. “Kaitannya dengan tugas pokok TNI, baik dalam misi perang maupun nonperang, sehingga lebih teliti dan lebih tinggi tuntutan yang diminta untuk menyelenggarakan sertifikat kelaikan,” katanya selepas menyerahkan sertifikasi TC itu, Selasa, 26 April 2016.
Sofyan mengatakan, dengan terbitnya sertifikasi itu, pesawat tanpa awak tersebut sudah terjamin keselamatan personel, peralatan, dan lingkungannya. Sertifikasi IMAA untuk UAV Wulung ini adalah yang pertama kali diterbitkan institusinya. Bedanya hanya pada regulasi yang mengacu misi sistem penggunaannya.
Menurut Sofyan, pemerintah kemungkinan membutuhkan drone dalam jumlah banyak. Salah satunya untuk melaksanakan perintah Presiden, yakni mengawasi daerah perbatasan selama 24 jam. Di wilayah perbatasan, seperti di Kalimantan Timur, misalnya, ada 2.000 kilometer garis batas yang harus diawasi.
Manajer Proyek Pesawat Tanpa Awak Wulung PT Dirgantara Indonesia, Bona Putravia Fitrikananda, mengatakan BPPT, saat menyerahkan riset Wulung, baru sebatas konsep. “Posisi prove of concept itu bahwa pesawat bisa terbang sesuai dengan yang diinginkan. Kami coba kembangkan dengan mengikuti standardisasi industri,” ucapnya di sela acara itu.
Bona mengatakan PT Dirgantara tengah mengembangkan seri lanjutan NW01, yakni NW01-100. Berbeda dengan seri NW01 yang punya kemampuan angkut 125 kilogram dan waktu jelajah maksimal 4 jam, NW01-100 dirancang punya daya angkut 1.300 kilogram dengan waktu jelajah 8 jam. “Kami sedang siapkan,” ucapnya.
Drone perdana PT Dirgantara Indonesia bernama NW01, punya bobot angkut maksimal 125 kilogram, memiliki kapasitas tangki 35 liter, menggunakan single piston engine bertenaga 22 Horsepower, dan dilengkapi dengan sistem autopilot. Jarak efektif kontrol drone 120 kilometer. Ketinggian jelajah pesawat mencapai 5.500 kaki, dilengkapi video dan foto real time dengan kualitas high definition dengan teknologi inframerah.
AHMAD FIKRI