TEMPO.CO, Seattle - Wartawan TEMPO Daru Priyambodo mendapat undangan Microsoft untuk mengikuti program tahunan Microsoft Underground Tour. Ini semacam tur melihat apa saja yang dilakukan perusahaan teknologi informasi raksasa itu. Kesempatan yang langka, karena yang diundang hanya sembilan wartawan dari berbagai media di dunia, dan tahun ini Tempo satu-satunya dari Indonesia.
Sama sekali tidak nampak bahwa kompleks seluas 85 hektar ini adalah kantor pusat sebuah perusahaan teknologi informasi raksasa. Kompleks yang berada sekitar 20 km di timur Seattle, negara bagian Washington itu didominasi taman dan lapangan rumput, lapangan olahraga, dan jogging track. Tak satu pun berdiri bangunan menjulang. Puluhan bangunan yang tersebar terpisah-pisah umumnya paling tinggi berlantai empat. Atmosfir di sana lebih mirip suasana kampus. Mungkin itu sebabnya kompleks ini dinamai Microsoft Redmond Campus.
Suasana kampus itu makin kental karena tak satu pun dari 22 ribu karyawan yang berkantor di sini memakai seragam. Mereka lalu-lalang dengan aneka busana santai. Bahkan banyak di antaranya hanya memakai T-Shirt dan bercelana pendek. Di jam makan siang, mereka menyerbu kantin atau restoran yang ada di sini, lalu menikmati makannya di taman, di bawah matahari.
Nyaris tak ada karyawan Microsoft yang berbusana resmi saat di kantor. Banyak yang bercelana pendek, berkaus T-Shirt, sehingga suasana kantor ini lebih mirip suasana kampus (Foto: Daru)
Seluruh kebutuhan mereka ada di kompleks ini. Ada kantin dan resto yang harga makanannya tergolong murah. Total ada 32 resto, 30 kantin, dan belasan supermarket mini di area ini. Tak ada makan gratis, tapi harga makanan pun “harga kampus”. Satu set makan siang dengan menu salad, ayam goreng, kentang, plus minuman, dijual sekitar 5-7 dolar AS. “Bisa murah, karena kantor mensubsidi harga makanan,” kata Reza Ferrydiansyah, PhD, software enginer Microsoft asal Malang, Jawa Timur, yang sempat Tempo temui.
Saat jam makan siang, karyawan menikmati makanannya di kantin, resto, atau di taman yang bertebaran di seantero kantor (Foto: Daru P)
Komplek Redmond ini resmi menjadi kantor pusat Microsoft pada 1986, atau 11 tahun setelah perusahaan yang dirintis William Henry “Bill” Gates III dan Paul Allen dari sebuah garasi itu berdiri. Semula, di Redmond hanya ada empat bangunan (sampai sekarang masih berdiri, berada persis di tengah kompleks).
Dalam memoarnya, Paul Allen menggambarkan saat-saat awal di kantor itu sebagai “saat-saat yang paling kondusif untuk membuat program computer”. “Sebagian besar tahun kami lewati di dalam gedung. Sungguh atmosfir yang tepat untuk bekerja. Anda duduk di depan computer, sambil melihat hujan turun di luar,” kata Allen
Dari hanya empat bangunan, sekarang di Kampus Redmond terhampar total 125 gedung. Setiap gedung tak bernama, namun masing-masing memiliki nomor. Cikal bakal Redmond yang berupa empat gedung tentu saja memiliki nomor 1 sampai dengan 4. Seiring dengan penambahan gedung baru, nomor itu terus bertambah.
Tapi tunggu, ada yang aneh di sini. Dari 125 nomor gedung itu, ternyata tidak ada Gedung nomor 7. Orang-orang di Redmond menyebut, inilah gedung misterius: nomornya ada, tapi bangunannya tidak ada.
Tiadanya gedung nomor 7 ini telah menjadi dongeng, bahkan jadi mitos di lingkungan Redmond. Ada yang menganggap ini karena kepercayaan bahwa nomor 7 adalah angka sial. Ada pula yang menduga, Gedung 7 adalah fasilitas super rahasia untuk pengembangan produk-produk Microsoft. Malah ada yang bercanda, gedung itu sebetulnya semacam Area 51, lokasi penelitian rahasia mahluk Alien milik pemerintah Amerika di gurun Nevada.
Mitos tentang Gedung 7 ini bahkan memakan “korban” rutin setiap tahun. Yunsun Wee, Direktur Komunikasi Global Microsoft, bercerita, karyawan yang senior sering iseng pada karyawan baru. “Anak-anak baru biasanya diplonco. Setelah diterima, mereka diperintahkan segera melapor ke Gedung 7. Perintah bisa datang tiba-tiba, saat para plonco sedang makan siang. Mereka akan bergegas ke gedung no 7. Seharian mereka berputar-putar mencari di area maha luas ini, dan tentu saja tak menemukannya..”
Jadi, di mana sebetulnya Gedung 7? Memang tidak ada! Hilangnya Gedung 7 terjadi semata-mata karena kecelakaan. Alkisah, ketika jumlah karyawan terus meningkat, Microsoft harus segera membangun gedung-gedung tambahan. Izin membangun pun diajukan ke pemerintah kota. Namun di tengah jalan, disadari bahwa rencana pembangunan gedung 7 yang izinnya telah turun ternyata terlalu sempit. Rencana pun diubah, dirancang lagi gedung baru yang lebih besar, dan izin untuk gedung nomor 8 dan seterusnya diajukan.
Mengapa Gedung nomor 8 tidak dinamai saja Gedung 7 sesuai urutannya? “Tidak bisa, karena Gedung 8 sudah punya nomor izin sendiri, jika diubah ke nomor 7 harus kembali mengajukan izin ulang. Akhirnya rencana Gedung 7 tinggal nama,” kata Yunsun.
Kelak, lokasi awal yang mestinya untuk Gedung 7 memang dibangun gadung baru. Namun namanya tetap bukan Gedung 7, tapi Gedung nomor 37. Lho? “Karena banyak orang di Microsoft bilang, biar saja jangan ada Gedung 7 biar seru, misterius,” kata Yunsun tersenyum.
Meski ada banyak gedung di kawasan ini, jarak antar gedung saling berjauhan. Tapi karyawan tak akan kerepotan karena Microsoft menyediakan angkutan shuttle yang terus menerus berkeliling kampus. Shuttle ini gratis. Mobil yang digunakan ada yang berupa sedan, minivan, atau bus. Sebagian mobil ini telah menggunakan mesin hybrid yang hemat bahan bakar dan antipolusi. “Microsoft menyediakan fasilitas ini agar lingkungan tetap terjaga, dan agar karyawan tidak memakai mobil sendiri ke kantor,” kata Reza.
Shuttle (kendaraan antar jemput) siap mengantar karyawan dengan cuma-cuma. Sebagian mobil yang digunakan adalah jenis mesin hybrid sehingga ramah lingkungan (Foto: Daru)
Di area kampus ini pula terhampar “jalan kenangan”. Ini semacam Walk of Fame di Hollywood. Bedanya, jika di Hollywood trotoar jalan diisi jejak tapak tangan bintang-bintang film terkenal, di sini yang dipasang adalah plakat produk-produk Microsoft yang sudah dipasarkan. Yang ingin bernostalgia dengan Windows 95, Encarta, atau Microsoft Access, plakatnya ada di bagian terdepan di jalan aspal yang mengarah ke Visitor Center.
Di deretan plakat itu pula terpampang pesan Bill Gates. Bunyinya: Satu produk ini akan membawa kita selangkah lebih dekat ke visi kita: Satu computer di setiap meja dan di setiap rumah. Visi yang terdengar sederhana, namun dicapai dengan susah payah. Dan Microsoft mampu mewujudkannya. Setidaknya sebelum era Google, Android, dan Apple ikut meramaikan pasaran perangkat lunak dank eras komputer.
***