TEMPO.CO, Surabaya - Mobil Sapu Angin buatan mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya siap berlaga dalam Drivers World Championship (DWC) di Stadion Olympic, London, Inggris. Adu balap mobil irit bahan bakar itu digelar pada 30 Juni hingga 3 Juli mendatang.
“Kami memohon dukungan dari media dan masyarakat untuk kesuksesan mobil Sapu Angin yang akan ikut dalam kejuaraan dunia di London karena keberangkatan tim ini juga mewakili Asia,” kata Rektor ITS Prof Joni Hermana kepada wartawan di Jurusan Teknik Mesin ITS, Senin, 9 Mei 2016.
Keberangkatan Tim Sapu Angin ITS kali ini berkat keberhasilannya mengikuti EcoShell Marathon Challenge Asia 2016 di Filipina, Maret lalu. Mereka meraih penghargaan untuk kategori kendaraan Urban Concept berbahan bakar diesel dan menjadi kemenangan kali keenam secara berturut-turut sejak 2010.
Drivers World Championship (DWC) diadakan pertama kali sejak 30 tahun diselenggarakannya Shell Eco-Marathon. Tahun ini, tiap-tiap juara dari benua Asia, Eropa, dan Amerika akan diadu di tingkat konsumsi penggunaan bahan bakar yang irit serta kecepatannya. “Asia diwakili oleh lima tim, masing-masing tiga dari Indonesia, ITS, UI, dan UPI, dua lainnya dari Singapura dan Filipina.”
Manajer Tim Sapu Angin ITS, Rizkiardi Wilis Prakoso, mengatakan mereka akan memperbaiki mesin sebulan menjelang pemberangkatan, di antaranya pengaturan mesin, penyesuaian transmisi, dan peningkatan kinerja sistem pengereman. “Perbaikan teknis ini bertujuan untuk memastikan mobil kami bisa lolos pada technical inspection sebagai syarat wajib sebelum terjun ke sirkuit,” ujarnya.
Selain perbaikan teknis, timnya mempersiapkan perbaikan yang bersifat nonteknis. Salah satunya menyeleksi ulang pengemudi yang akan mengendarai dan membangun kekompakan tim.
Perbedaan mendasar Drivers World Championship di Inggris dengan kejuaraan EcoShell Marathon di Filipina ialah penggunaan bahan bakarnya. Di Filipina, bahan bakar diberikan, lalu dinilai panjang lintasan yang dapat ditempuh mobil peserta.
Sedangkan di London, penggunaan bahan bakar bakal dibatasi, lalu mobil diadu cepat dalam lintasan. Akibatnya, posisi start dan jumlah bahan bakar yang diberikan bergantung pada hasil kualifikasi.
Untuk itu, keandalan mobil Sapu Angin ITS akan terus diuji, baik penggunaan bahan bakar maupun capaian kecepatannya. “Kami akan mensimulasikan kondisi sirkuit di London dengan kondisi saat uji coba di sini,” tutur Rizkiardi. Secara teori, konsumsi bahan bakar yang pernah dicapai saat di Filipina masih bisa ditingkatkan.
Kemenangan ITS di EcoShell Marathon pada Maret 2016 sempat diwarnai kejadian dramatis. Kecepatan yang fantastis, 301 kilometer per liter, telah melampaui rekor kejuaraan serupa di Eropa.
Akibatnya, panitia dari perwakilan Eropa sempat menyatakan mobil Sapu Angin ITS menggunakan ban ilegal. Padahal, menurut anggota tim, persyaratan hanya didasarkan pada ukuran ban dengan diameter 1,6 meter. Tim ITS dipaksa mengulang kembali semua perlombaan dari awal.
ARTIKA RACHMI FARMITA