Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Temuan Baru dari Penelitian Megastruktur Borobudur  

Editor

Nur Haryanto

image-gnews
Salah satu cagar alam yang masuk dalam 7 keajaiban dunia pada abad ke-9, Candi Borobudur terlihat berkilau dengan sorotan sinar lampu biru dalam perayaan ulang tahun PBB ke-70 di Magelang, Jawa Tengah, 24 Oktober 2015. AP Photo
Salah satu cagar alam yang masuk dalam 7 keajaiban dunia pada abad ke-9, Candi Borobudur terlihat berkilau dengan sorotan sinar lampu biru dalam perayaan ulang tahun PBB ke-70 di Magelang, Jawa Tengah, 24 Oktober 2015. AP Photo
Iklan

TEMPO.COBandung – Borobudur, candi Buddha yang megah dan terbesar di Indonesia, dibangun dengan geometri fraktal. Perhitungan yang baru ditemukan kembali pada abad ke-20 itu merupakan cabang ilmu Matematika. Pendirian megastruktur kuno tersebut adalah dengan menyusun batuan menggunakan pola pengulangan tertentu.

Ilmuwan dan peneliti dari Bandung Fe Institut, Hokky Situngkir, mengatakan kesan rumit Candi Borobudur berangkat dari konsep sederhana. Tanpa hitungan rumit membangun konstruksi seperti zaman sekarang, nihil maket, dan diduga tanpa gambar sketsa, pembangunnya membuat candi seperti pembatik melukis kain. “Dengan pola bentuk berulang untuk mengisi ruang,” kata Hokky kepada Tempo, Kamis, 12 Mei 2016.

Bandung Fe Institut cukup lama melakukan riset lapangan secara rinci di Borobudur. Hasil data, seperti foto, video, dan hasil pengukuran, diolah menjadi simulasi di komputer. Bangunan pejal yang dibangun antara abad ke-8 dan 9 itu diperkirakan bervolume 55 ribu meter kubik, yang terdiri atas sekitar 2 juta balok batu. “Zaman itu belum ada sistem pengukuran (metrik) standar, dan mereka tidak butuh itu jadi ukuran,” ujar peneliti di Center for Complexities, Surya University itu. 

Bukti yang diperoleh Bandung Fe adalah bentuk candi situs peninggalan sejarah dunia itu kurang simetris. Pada bagian bawah sisi utara dan selatan, yang masing-masing sepanjang 120 meter lebih, ada beda selisih sekitar 10 meter. Menurut Hokky, pembangunan Borobudur dimulai dengan pemasangan batu mengitari bukit. Balok-balok batu itu kemudian disusun bertahap selapis demi selapis hingga puncak bukit.

Ketinggian antara bagian kaki atau Kamadhatu, tubuh (Rupadhatu), dan kepala (Arupadhatu) berskala 4:6:9. Perbandingan itu, kata Hokky, disesuaikan dengan ketebalan susunan batu terbawah. Susunan batu kemudian diukir pemahat. “Kalau menurut saya, bukan diukir dulu di bawah, bisa bingung memasangnya kalau tanpa gambar desain,” ujarnya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pola susunan berulang batu Candi Borobudur dari kajian Hokky mirip dengan aturan atau kode nomor 816 dari 1.024 pola pada cellular automata. Cellular automata merupakan himpunan proses fundamental penciptaan pola-pola keteraturan karya fisikawan Stephen Wolfram dengan menggunakan komputer, yang hasil akhirnya sangat menyerupai bentuk di alam. 

Ciri khas fraktal lain, seperti wujud candi yang samar antara dua atau tiga dimensi, muncul juga pada Borobudur. Menurut Hokky, candi bisa terlihat datar seperti lukisan dua dimensi. Namun, pada titik penglihatan lain dan pengaruh sorotan cahaya matahari, Borobudur dapat terlihat seperti bangunan tiga dimensi. Ciri lain pengulangan pola dengan ukuran besar atau kecil adalah bangunan stupa yang menyerupai lonceng genggam. “Hingga secara keseluruhan, Borobudur tampak seperti stupa raksasa,” kata Hokky. 

Teknologi konstruksi kuno berbasis fraktal itu, ujar Hokky, dijumpai pula pada beberapa candi seperti Prambanan. Bandung Fe masih merencanakan riset lanjutan di Borobudur, yaitu tentang relief candi dan pola pemasangannya.

ANWAR SISWADI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Dua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?

26 September 2023

Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. (ugm.ac.id)
Dua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?

Universitas Gadjah Mada atau UGM masuk dalam jajaran top 50 dunia pada THE Impact Rankings 2023.


Rektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang

20 Juli 2023

Menara Hoover menjulang di Stanford University di Stanford, California, AS pada 13 Januari 2017. REUTERS/Noah Berger
Rektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang

Pemimpin Stanford University, salah satu kampus yang paling bergengsi di AS, mundur setelah ditemukan kekurangan dalam penelitiannya tentang saraf.


2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi

14 Juli 2023

Peneliti di Gedung Genomik BRIN di Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, Jawa Barat, Selasa, 27 Juni 2023. (Tempo/Maria Fransisca)
2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan dua syarat agar sebuah penemuan dapat disebut sebagai inovasi.


Bagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad

14 April 2023

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Bagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad

Tiga peneliti Unpad membagikan pengalamannya terkait pengalaman publikasi artikel ilmiah pada jurnal internasional bereputasi tinggi.


Pakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia

6 April 2023

Gambar dari Batagur trivittata, Burmese Roofed Turtle yang masuk daftar Critically Endangered menurut IUCN Red List. (Rick Hudson, source: https://www.iucnredlist.org/species/10952/152044061)
Pakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia

Ilmuwan ITB Djoko T. Iskandar meneliti kepunahan reptil dan kaitannya dengan usaha konservasi tetrapoda.


Rancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah

26 Maret 2023

Tim Mahabidzul dari ITB merancang pendeteksian jenis malaria pada pasien secara cepat dan akurat. Dok.ITB
Rancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah

Tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) merancang alat deteksi lima jenis malaria.


Pakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat

22 Maret 2023

Gunung Krakatau. itb.ac.id
Pakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat

Dosen teknik geologi ITB meneliti keruntuhan tubuh Gunung Anak Krakatau sebagai tolok ukur pemodelan tsunami akurat.


Psikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik

17 Januari 2023

Anna Armeini Rangkuti, mahasiswa program doktoral di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI). ui.ac.id
Psikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik

Psikolog UI Anna Armeini Rangkuti mengidentifikasi ada empat motif utama silence mahasiswa terhadap kesaksian adanya kecurangan akdemik.


Tips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu

13 September 2022

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Tips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu

Simak tips menulis esai ilmiah yang baik dari Universitas Airlangga.


Mengapa Tikus Digunakan sebagai Hewan Percobaan Medis?

23 Februari 2022

Ilustrasi tikus. Getty Images
Mengapa Tikus Digunakan sebagai Hewan Percobaan Medis?

Para ilmuwan meneliti tikus, karena ukurannya yang kecil, mudah disimpan dan dipelihara. Tikus juga dapat beradaptasi di lingkungan baru