TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) menggelar aksi di depan kantor Kedutaan Besar Jerman. Gunretno dan Paini diterima perwakilan Kedutaan Jerman untuk berdialog. ”Pihak Kedutaan menerima kami dengan baik,” kata Gunretno, Koordinator JMPPK, di depan kantor Kedutaan Jerman, Senin, 15 Mei 2016.
Ia mengatakan pihak kedutaan mendukung aksi dan audiensi terkait dengan penolakan warga Kendeng terkait dengan pembangunan pabrik semen. "Warga Jerman pasti juga tidak suka dengan kegiatan yang merusak lingkungan," katanya saat menerima perwakilan Jerman.
Bahkan, kata Gunretno, pihak kedutaan akan meninjau langsung ke Pegunungan Kendeng. Alasannya untuk mendapatkan data asli dari warga Kendeng. ”Dia (pihak kedutaan) mau dengar langsung. Tidak mau dengar dari siapa pun dan akan senang kalau diundang oleh warga Kendeng," ujarnya.
Sementara itu, Paini menegaskan, pihaknya tidak akan menerima pembangunan pabrik semen. Ia menilai,k pembangunan pabrik tersebut hanya membuat warga Kendeng menderita. "Selamanya, pabrik semen tidak akan pernah ada di sana," ucapnya.
Sebanyak 30 warga, yang berasal dari Kabupaten Kayen, Tambakromo, dan Kabupaten Pati beraksi di depan kantor Kedutaan Jerman. Mereka beraudiensi ihwal rencana pembangunan pabrik semen PT Sahabat Mulia Sakti, anak perusahaan PT Indocement Tunggal Prakasa, yang sebagian sahamnya dimiliki perusahaan Jerman, Heidelberg Cement AG, yang dipegang Birchwood Omnia LTD.
Aksi ini bukan yang pertama dilakukan. Pada Selasa, 12 April 2016, sembilan perempuan asal Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, berunjuk rasa di depan Istana Negara. Gunretno, saat itu, mengatakan sembilan perempuan dan sejumlah warga Kendeng menolak pembangunan pabrik semen di wilayah mereka.
Pada aksi itu, sembilan perempuan menyemen kaki sebagai simbol belenggu hidup dan masa depan warga Pegunungan Kendeng. Warga saat itu berharap, Presiden Joko Widodo mau bertemu dan berdialog soal pendirian pabrik yang bakal merusak lahan pertanian dan lingkungan.
ARKHELAUS W.