TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengatakan birokrat tak boleh bertindak tanpa ada landasan hukum atau acuan yang jelas. Pernyataan ini menanggapi diskresi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengenai barter pembangunan fasilitas umum dengan kontribusi tambahan proyek reklamasi di Teluk Jakarta yang sedang diusut KPK.
Menurut Agus, semua tindakan yang belum memiliki dasar hukum di tingkat pusat boleh dibuatkan peraturan pada tingkat daerah, baik peraturan daerah maupun peraturan gubernur. Maka, sebelum melaksanakan diskresi, seharusnya Ahok membuat peraturan daerah lebih dulu. "Jangan kemudian kita sebagai birokrat bertindak sesuatu tanpa acuan peraturan perundang-undangan, kan enggak boleh," kata Agus di kantornya, Jumat, 20 Mei 2016.
Tidak adanya aturan yang melandasi diskresi tadi, Agus melanjutkan, memunculkan persoalan. "Kalau enggak ada peraturannya, itu kami ada tanda tanya besar," ucap Agus.
Persoalan diskresi ini mencuat berkat Direktur Utama Podomoro Land Ariesman Widjaja. Dia mengaku kepada penyidik KPK bahwa ada 13 proyek PT Muara Wisesa Samudra, perusahaan anak usaha Agung Podomoro, yang anggarannya akan dijadikan pengurangan kontribusi tambahan proyek reklamasi. Pengurangan terjadi kalau Agung Podomoro membangun fasilitas umum untuk DKI Jakarta.
Pengembang yang dimintanya membangun proyek pengurang kontribusi selain Podomoro adalah PT Jakarta Propertindo, PT Taman Harapan Indah, dan PT Jaladri Eka Paksi.
Ahok sudah menjawab. Dia menerangkan, proyek pengurang kontribusi tambahan itu dilakukan berdasar wewenang diskresi yang dia miliki. Ahok mengakui, ketika diskresi diputuskan pada 2014, memang belum ada dasar hukumnya. Diskresi, menurut Ahok, juga dijadikan pengikat komitmen pengembang yang awalnya menolak membayar kontribusi tambahan reklamasi di depan mengingat izin pelaksanaan reklamasi belum terbit.
MAYA AYU PUSPITASARI