TEMPO.CO, Surabaya — Pemerintah Kota Surabaya menyediakan dua stan gratis untuk usaha kecil dan menengah (UKM) Putat Jaya, warga eks lokalisasi Dolly yang hendak memasarkan hasil karya di ajang Surabaya Great Expo yang diselenggarakan di Grand City Mall, Surabaya.
“Pemerintah menyediakan stan gratis untuk UKM eks lokalisasi Dolly,” ujar Tomi Redianto, Project Manajer Debinto, exhibition organizer yang dipercaya menyelenggarakan acara memperingati hari jadi Kota Surabaya yang ke-723.
Ditemui Tempo, Kamis, 19 Mei 2016, di Grand City Mall, UKM Putat Jaya membenarkan pernyataan tersebut. Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Surabaya memberikan dua stan kepada mereka tanpa berbayar. “Iya Mas, gratis. Kami didukung sepenuhnya sama Disperindag,” jawab Yani, salah satu penjual Kerupuk 'Samijali'.
Acara SGE ini cukup membantu memasarkan produk-produk mereka. Sebelum diajak pemerintah kota atau Disperindag untuk mengikuti pameran dan sejenisnya, mereka bekerja sama dengan Gerakan Melukis Harapan untuk memasarkan produknya. Setelah itu, mereka mulai mandiri untuk menjual sendiri produknya. Menurut Yani, acara-acara seperti ini digunakan agar produknya dikenal lebih luas.
Beberapa produk yang dijual, antara lain sepatu, batik tulis, kaus sablon, kerupuk singkong Samijali, dan telur asin. Samijali dijual seharga Rp 13 ribu untuk ukuran kecil dan Rp 20 ribu untuk ukuran sedang, sedangkan telur asin dijual Rp 20 ribu per lima butir. Hasil penjualan Samijali misalnya, pada hari pertama, mencapai Rp 300 ribu. “Tergantung pengunjung Mas,” ucap Yani.
Rata-rata UKM binaan telah berjalan lebih-kurang setahun, sejak lokalisasi ditutup pada 18 Juni 2014. Anggotanya kebanyakan perempuan. Sebenarnya banyak ragam UKM eks lokalisasi Dolly. Ada yang beralih menjadi tukang jahit, usaha kerajinan tangan (handcraft), kuliner, minuman, dan lain-lain. Jumlahnya lebih-kurang 50 UKM. Namun yang terdaftar di Disperindag hanya sedikit. “Yang lima ini yang biasa datang kalau ada acara,” tutur Surti.
Meski warga yang terdampak penutupan lokalisasi Dolly belum pulih total, tapi semangat mereka untuk bangkit cukup besar. Mereka mengaku masih ada pekerja yang tidak mau beralih profesi di Gang Dolly. “Terbiasa cari duit pake cara gampang, akhirnya mereka gak mau pindah,” jelas Surti. Sedangkan tempat Surti dan kawan-kawannya tinggal, sudah semakin banyak yang membuka usaha.
Harapan mereka ke depannya adalah semakin luas pasar yang bisa diraih. Juga untuk UKM lain agar segera berekspansi. “Kalau ada pelatihan, tapi gak ada pasar, kan susah,” ujar Surti.
VIJAY INDOPUTRA (MAGANG) | NI