TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 10 ribu orang warga Kota Denpasar melakukan unjuk rasa menolak reklamasi Teluk Benoa. Ikut hadir dalam demonstrasi yang berlangsung Minggu, 22 Mei 2016, sesepuh Puri Pemecutan, Ida Cokorda Pemecutan. “Saya bersama rakyat Bali, untuk selalu menjaga tanah dan air kami di sini,” katanya.
Puri Pemecutan adalah puri yang pada masa lalu menjadi pewaris takhta Kerajaan Denpasar. Pengaruh politiknya masih terasa di Bali hingga saat ini bersama Puri Satria dan Puri Kesiman.
Adapun Cok Pemecutan juga dikenal sebagai tokoh Partai Golkar di Bali pada masa Orde Baru dan pernah menjabat Ketua DPRD Bali. “Jangan takut, mari kita jaga pantai-pantai di Bali agar tidak semakin rusak dan nelayan kehilangan tempat menyandarkan perahu,” tegasnya menyoroti dampak reklamasi.
Dia menegaskan, DPRD Bali dan Gubernur Bali semestinya lebih mendengarkan suara rakyat Bali daripada kepentingan orang-orang yang memiliki uang dan kekuasaan di Jakarta.
Dalam aksi juga disampaikan pernyataan Desa Adat Denpasar yang tegas menolak reklamasi dengan alasan apa pun. Selain itu, disampaikan permohonan kepada Presiden Jokowi untuk membatalkan Perpres 51/2014 yang mengubah Teluk Benoa dari kawasan suci menjadi kawasan konservasi sehingga membuka jalan dilakukannya reklamasi.
Koordinator ForBali, Wayan Gendo Suardana, menegaskan penolakan Desa Adat merupakan pertanda proyek reklamasi sudah tidak mendapat legitimasi dari segi soal dan budaya. Karena itu, dia berharap tidak ada upaya pemaksaan proyek yang bertentangan dengan aspirasi rakyat Bali.
Dia mengkritik langkah aparat keamanan yang menurunkan baliho-baliho tolak reklamasi menjelang kehadiran Presiden Jokowi dalam Munas Golkar pekan lalu di Nusa Dua, Bali.
ROFIQI HASAN
Baca juga:
Reklamasi Pantai: Beredar, Video Ahok Damprat Wartawan
Heboh Konstribusi Reklamasi: Inilah 3 Skenario Nasib Ahok