TEMPO.CO, Jakarta - Proyek reklamasi Teluk Jakarta dinilai tidak melibatkan warga pesisir utara Jakarta dalam pelaksanaannya. Arieska Kurniawaty, perwakilan Solidaritas Perempuan, menilai proyek reklamasi bakal berdampak buruk bagi perempuan pesisir.
"Mereka tidak dimintai pendapat. Padahal yang terlibat langsung perempuan, karena ketika nelayan melaut, yang berperan di wilayah ekonomi pesisir adalah perempuan," kata Arieska di Ke Kini Workspace Jakarta, Minggu 22 Mei 2016.
Menurut Arieska, berbicara budaya pesisir sama saja dengan berbicara ruang antara laki-laki dan perempuan. Perempuan pesisir, kata dia, banyak berperan dalam menggerakkan ekonomi pesisir.
Akibatnya, ketika reklamasi dilaksanakan, akan berdampak juga terhadap aktivitas perekonomian di pesisir. "Reklamasi menyebabkan pesisir terancam dan kehidupan perempuan juga terancam," ucap dia.
Food and Agriculture Organization atau Badan Pangan PBB, kata Arieska, bahkan sudah merekomendasikan negara anggotanya untuk mendata jumlah dan sebaran perempuan nelayan.
Alasannya, 90 persen dari pelaku usaha perikanan di sektor pengelolaan itu adalah perempuan. "Jika ternyata SK (izin reklamasi) ini tidak dicabut dan terus berjalan, akan sangat merampas kehidupan perempuan," kata dia.
Ia juga menilai pemerintah belum dapat memperhitungkan dampak sosial dari proyek reklamasi tersebut. Baik dari identitas masyarakat sebagai warga pesisir sampai anak-anak yang terpaksa pindah sekolah. "Dampak sosial itu yang tidak pernah diperhitungkan," ujar dia.
Sekretaris umum Forum Kerukunan Rakyat Nelayan Muara Angke, Yudi Zakaria, mengungkapkan hal serupa. Perempuan pesisir, kata dia, banyak membantu pengolahan ikan-ikan segar yang tidak laku terjual. "Kalau ada ikan yang tidak terjual, banyak ibu-ibu yang mengolahnya menjadi ikan asin, misalnya," kata Yudi.
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mengajukan gugatan kepada Pemerintah DKI Jakarta pada September 2015 terkait dengan perizinan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Saat ini gugatan memasuki tahap putusan yang akan digelar pada 31 Mei 2016. Polemik reklamasi ini pun mengemuka ke publik pada akhir Maret 2016.
ARKHELAUS W.