TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menanggapi laporan beberapa ketua RT dan RW yang pada Jumat lalu melaporkan dirinya ke Komisi A DPRD DKI tentang penggunaan Qlue.
Menurut Ahok, yang dipahami para Ketua RT dan RW itu berbeda dengan pemikirannya. Ketua RT berpikir mereka harus terus-menerus membuat laporan, tapi dalam pemikiran Ahok ia mewajibkan mereka untuk melapor sehari tiga kali.
"Ini berbasis kinerja. Itu dibagi menjadi 90 laporan. Mau dibagi, kan sehari tiga (laporan). Yang penting kan kamu mau dapat Rp 900 ribu harus berbasis kinerja, enggak bisa ambil doang, nanti menyalahi aturan," ujar Ahok di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu, 28 Mei 2016.
Ahok mengatakan laporan Qlue itu dilakukan untuk kebaikan RT dan RW, agar Pemerintah DKI dapat mengetahui secara langsung kinerja mereka. "Ini kan laporan membantu, untuk warga hidup lebih baik. Kalau RT/RW rajin, tapi lurah enggak bener, bisa enggak mereka laporan ke saya? Itulah kenapa pakai Qlue," tuturnya.
Pada Kamis, 26 Mei 2016, para ketua RT dan RW menolak kebijakan Ahok yang meminta mereka melaporkan kinerja melalui aplikasi Qlue yang berbasis telepon pintar. Bahkan ketua RT/RW tersebut mengancam memboikot pilkada. Tak gentar dengan ancaman itu, Ahok justru meminta mereka yang tak mau melapor mundur.
Laporan Qlue lewat ponsel pintar itu akan langsung terhubung dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk ditindaklanjuti. Kebijakan melaporkan kinerja melalui Qlue diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 tentang pemberian uang penyelenggaraan tugas dan fungsi RT dan RW serta Pergub 168 Tahun 2014 tentang pedoman RT/RW DKI Jakarta.
Namun ketua RT dan RW di Jakarta keberatan dengan aturan tersebut. Mereka mengatakan masih banyak pekerjaan lain yang harus mereka lakukan dan kebanyakan dari mereka belum memahami penggunaan aplikasi modern tersebut.
DESTRIANITA KUSUMASTUTI