TEMPO.CO, Jakarta - Perombakan Kabinet Kerja dinilai sudah menjadi kebutuhan sehingga tak perlu ditunda-tunda lagi.
Menurut pengamat politik senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bhakti, Presiden Joko Widodo sudah mengetahui bagaimana kinerja para menteri. Secara politik, dukungan partai politik sudah kuat, apalagi setelah Partai Golkar menyelesaikan konflik internal dan menyatakan mendukung pemerintah. “Sekarang saatnya Presiden Jokowi melakukan reshuffle,” katanya kepada Tempo, akhir pekan lalu.
Baca: Reshuffle, Politikus PDIP: Tunggu Jokowi dari Eropa
Ikrar berharap Presiden Jokowi mempertahankan komposisi zaken kabinet (kabinet ahli) yang mayoritas dari kalangan profesional, yakni 14 menteri dari partai dan 20 dari profesional. Dengan kata lain, jumlah menteri dari partai dan profesional tak perlu diutak-atik. "Sudah pas komposisinya," ujarnya.
Ikrar juga berpendapat, ini harus menjadi reshuffle terakhir hingga masa kerja Presiden Jokowi berakhir pada Oktober 2019 supaya stabilitas politik dan ekonomi tetap terjaga. Ikrar menjelaskan, beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi sudah menyinggung kinerja beberapa menterinya. Publik pun sudah menyoroti kerja menteri-menteri.
Ikrar mencontohkan, ada masalah rekrutmen pendamping desa di Kementerian Desa, Transmigrasi, dan Daerah Tertinggal, lalu masalah Blok Masela, kemudian kinerja Kementerian. “Presiden mesti melihat siapa menteri yang gede bacotnya doang,” ucap Ikrar.
Baca juga:
Reshuffle Kabinet, Jokowi Akui Sudah Panggil Menteri
Isu Reshuffle Kian Santer, Muhaimin: Jangan Sering Dirombak
Adapun soal dukungan politik, dia menuturkan, Golkar sebagai pemenang kedua Pemilu 2014 memberikan tawaran yang tinggi kepada Presiden Jokowi. Menurut Ikrar, tawaran itu cukup melegakan untuk kemapanan politik, yakni keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP) dan akan mencalonkan Jokowi dalam pemilihan presiden 2019.
Golkar secara tak langsung membubarkan koalisi pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada pemilihan presiden 2014 dengan menyatakan mundur dari KMP. Sebab, kekuatan politik KMP jadi berkurang. Bahkan Partai Amanat Nasional yang lebih dulu menyatakan ingin bergabung dengan pemerintah tak pernah menyatakan mundur dari KMP.
JOBPIE SUGIHARTO