TEMPO.CO, Sydney - Lebih 45 juta orang, baik pria, wanita, maupun anak-anak di seluruh dunia hidup dalam perbudakan modern, dengan dua pertiga dari mereka berada di wilayah Asia-Pasifik.
Informasi itu diungkapkan dalam laporan indeks perbudakan global 2016 oleh Walk Free Foundation, sebuah inisiatif cetusan taipan Australia, Andrew Forrest, pada 2012 untuk menarik perhatian terhadap isu tersebut.
"UU Perbudakan Modern 2015 akan memiliki dampak nyata dalam bagaimana perusahaan dan negara-negara berperilaku. Ini akan semakin kuat jika diadopsi oleh sembilan negara besar lainnya di dunia, maka dunia akan menjadi tempat yang lebih aman," kata Forrest, seperti yang dilansir Sky News pada 31 April 2016.
Laporan itu mengumpulkan informasi dari 167 negara dengan 42 ribu wawancara dalam 53 bahasa berbeda untuk menentukan sejauh mana masalah itu terjadi dan bagaimana pemerintah mengatasinya.
Ada kenaikan sebesar 28 persen perbudakan dibanding dua tahun lalu yang terdeteksi melalui kegiatan pengumpulan data dan metode penelitian yang lebih baik.
Menurut laporan itu, India memiliki 18,35 juta penduduk yang terjebak dalam perbudakan, sedangkan Korea Utara memiliki persentase perbudakan tertinggi, yaitu 4,37 persen dari keseluruhan penduduk.
Negara-negara Asia menempati lima besar untuk orang-orang yang terjebak dalam perbudakan. Setelah India, menyusul Cina (3,39 juta), Pakistan (2,13 juta), Bangladesh (1,53 juta), dan Uzbekistan (1,23 juta).
Perbudakan modern mengacu pada eksploitasi menyebabkan seseorang tidak bisa lari karena ancaman, teror, pemerasan, kolusi, dan penipuan. Termasuk di dalamnya orang-orang yang dipaksa bekerja sebagai pekerja seks atau pembantu rumah tangga, atau yang diperbudak, dijerat utang, dan dipaksa bekerja di pabrik-pabrik atau di peternakan.
SKY NEWS | TIMES OF ISRAEL | YON DEMA