TEMPO.CO, Jakarta - Academic Senior Specialist and Adjunct Professor University of California Taruna Ikrar menyarankan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memasukkan model pendidikan neurosains dalam kurikulum pendidikan. Menurut dia, pendidikan ini menyadarkan masyarakat akan pentingnya otak.
"Saya merekomendasikan variabel bagi Kementerian bahwa terbentuknya kebudayaan, keterampilan, dan peradaban berawal dari kesadaran pentingnya otak," kata Taruna di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, Jumat, 3 Juni 2016.
Menurut dokter spesialis saraf dan farmasi ini, pendekatan neurosains sudah masuk kurikulum pendidikan di beberapa negara, salah satunya Amerika Serikat. "Otak ini adalah inti peradaban kita," ujar Taruna saat berbicara dalam kuliah umum “Pendidikan dalam Perspektif Pembelajaran dan Memori Neuroscience”.
Neurosains, kata Taruna, adalah ilmu tentang pertentangan dan kemajuan otak manusia dalam melihat segala sesuatu secara multidisipliner dan terkoneksi. Neurosains terkoneksi dengan beberapa disiplin, neurologi, psikologi, biologi, ilmu komputer, dan ilmu kemasyarakatan.
Menurut Taruna, hal ini sesuai dengan sistem pendidikan dengan belajar dan mengingat. Otak manusia, kata dia, memiliki kemampuan sintesis, mengingat, dan mengembangkan memorinya. "Ini mempelajari dinamika otak kita," tuturnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan bakal mempertimbangkan dan memperhitungkan metode ini dalam kurikulum. Masuk kurikulum, kata dia, bukan berarti masuk dalam mata pelajaran. "Bisa berarti dari sub-pembahasan. Jangan bayangkan nanti ada pelajaran neurosains," ucapnya.
Yang penting, kata Anies, para guru perlu memahami perkembangan neurosains. “Ini kesempatan bagi kami menjelaskan neurosains,” kata Anies.
ARKHELAUS W.