TEMPO.CO, Bandung - Banjir air laut atau rob serta pasang tinggi di berbagai daerah pesisir Indonesia saat ini bukan dipicu astronomi. Astronom dari Komunitas Langit Selatan, Avivah Yamani, mengatakan rob tersebut lebih cenderung akibat kondisi di bumi. “Tiap bulan terjadi pasang kok dan tidak banjir juga biasanya,” kata Avivah, Kamis, 9 Juni 2016.
Sebelumnya, Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional Sutopo Purwo Nugroho mengatakan 24 kabupaten dan kota di Indonesia dilanda banjir rob dan gelombang pasang. Lokasinya antara lain pesisir Kulon Progo, Gunungkidul, Bantul, Tasikmalaya, Pangandaran, Cilacap, Pekalongan, Purworejo, Wonogiri, Semarang, Pacitan, Banyuwangi, Jember, Trenggalek, Malang, Tulungagung, Lumajang, Gresik, Tuban, Surabaya, Pemekasan, Probolinggo, dan Jakarta.
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yunus S. Swarinoto mengatakan hal tersebut disebabkan pengaruh astronomi terjadinya bumi, bulan, dan matahari yang berada dalam satu garis lurus (spring tide). Akibatnya, tinggi muka laut menjadi naik dan muncul gelombang tinggi di laut.
Meskipun terjadi bulanan, siklus kali ini berbahaya karena bersamaan dengan terjadinya anomali positif tinggi muka air laut di wilayah Indonesia setinggi 15-20 sentimeter.
Avivah mengatakan, posisi bumi, bulan, dan matahari, yang disebut berada dalam satu garis lurus, biasanya menimbulkan gerhana matahari atau gerhana bulan. “Pada fase bulan baru, tidak pas segaris posisinya, dan tidak setiap bulan terjadi gerhana matahari,” ujar lulusan astronomi ITB tersebut.
Kemunculan bulan baru dan terjadinya purnama memang bisa menyebabkan pasang naik setiap bulan. Fenomena itu terjadi karena gravitasi bulan dan bumi tarik-menarik. Di belahan bumi yang mengalami bulan baru atau bulan purnama, gravitasi bulan menarik air laut lebih kuat daripada bumi sehingga mengakibatkan air laut menggembung terhadap permukaan bumi dan terjadi pasang naik.
Menurut Avivah, secara astronomi, peristiwa itu wajar terjadi. “Kenaikan air laut tidak tinggi, hanya beberapa sentimeter. Sepertinya yang sekarang lebih akibat klimatologi di bumi,” tuturnya.
ANWAR SISWADI