Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Begini Penampakan Toilet Massal Romawi Kuno

image-gnews
Sxc.hu
Sxc.hu
Iklan

TEMPO.CO, Boston - Sekitar 2.000 tahun silam, sebuah ruang dengan langit-langit tinggi di bawah salah satu istana megah Roma adalah tempat yang paling sibuk dan bau. Di dalam bilik lembap itu, berjajar 50 bangku dengan lubang seukuran piring makan. Inilah ruang yang dianggap para arkeolog mewakili kasta terendah masyarakat Romawi: toilet massal.

Ann Koloski-Ostrow, pakar arkeologi permukiman dari Brandeis University, Amerika Serikat, dan Gemma Jansen, arkeolog independen, telah mempelajari toilet komunal kuno yang ada di Bukit Palatium, Roma, tersebut. Mereka mengukur ketinggian bangku (43 sentimeter), jarak antarlubang (56 sentimeter), dan saluran yang berhubungan dengan selokan terdekat sepanjang 380 sentimeter. Mereka berpendapat air yang membersihkan toilet ini berasal dari pemandian yang berada di dekat bukit.

Grafiti di luar toilet menunjukkan toilet tersebut pernah menjadi tempat yang sangat sibuk. “Orang-orang tampaknya punya cukup banyak waktu saat antre, sehingga mereka menggambar apa saja, termasuk pesan untuk seseorang,” ujar Koloski-Ostrow, seperti dikutip dari Nature News. Lokasi yang berada di bawah tanah dan dinding yang berwarna merah bercampur putih menandakan tempat ini dibuat untuk kasta rendah, seperti budak.

Pada 1913, arkeolog asal Italia, Giocomo Boni, keliru menyebutkan ruangan ini sebagai sistem pompa air untuk pasokan istana yang berada di atasnya. “Kepekaan naif Boni menutupi matanya. Ia tidak bisa mengenali lubang-lubang toilet ini,” tutur Jansen.

Satu abad kemudian, penyelidikan Jansen dan Koloski-Ostrow menyimpulkan bahwa tempat itu merupakan tempat buang hajat komunal kaum budak. Menurut keduanya, budak Romawi pergi ke toilet dengan segudang takhayul akan makhluk-makhluk halus di dalamnya, atau tentang tikus dan hama lain yang bersembunyi di gorong-gorong. Semua ditampilkan lewat grafiti pada tembok toilet.

Meski Kerajaan Romawi dikenal dengan sistem irigasi canggih, tampaknya tidak demikian untuk kasta rendah. Ini terlihat dari kondisi toilet komunal di Bukit Palatium tersebut.

“Rancangan toilet ini menunjukkan bahwa kesehatan warga bukanlah masalah terpenting,” kata Hendrik Day, arkeolog dari Hunter College di New York, yang tak terlibat dalam penelitian Jansen dan Koloski-Ostrow. “Selain kotoran manusia, di sini menumpuk limbah rumah tangga yang dibuang melalui pipa-pipa kuno dari permukiman warga. Dalam sejarah Romawi dan Mesopotamia, toilet komunal tampaknya tak menjadi perhatian para penguasa."

Toilet sederhana pertama dibangun di Mesopotamia pada akhir milenium keempat sebelum Masehi. Toilet tersebut berbentuk lubang dengan kedalaman 4,5 meter dengan diameter 1 meter.

Masyarakat Mesopotamia, menurut Augusta McMahon, arkeolog dari University of Cambridge, Inggris, tampaknya kurang tertarik pada toilet. “Hanya ada satu dari lima bangunan yang terdapat dalam instalasi ini,” ujarnya. Adapun sisanya hanya menggunakan pispot atau berjongkok di ladang.

Sekitar 1.000 tahun kemudian, orang-orang Minoan di Pulau Kreta di kawasan Mediterania membuat skema tempat buang hajat yang sama. Namun McMahon menyatakan mereka sudah memasukkan sistem penyiraman, meski hanya untuk kalangan elite. “Salah satunya ada di istana di Knossos,” demikian ditulis Georgios Antoniou dalam bukunya, Sanitation, Latrines, and Intestinal Parasites in Past Populations (2015). Antoniou adalah seorang arsitek asal Yunani yang mempelajari sistem sanitasi kuno.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sistem penyiraman digunakan untuk membawa kotoran dari toilet ke saluran pembuangan. Dari pulau inilah konsep toilet kemudian berkembang.

Pada milenium pertama sebelum Masehi, yakni masyarakat Yunani Kuno pada periode klasik dan helenistik—masa setelah penaklukan Alexander Agung Roma—toilet umum mulai dibangun. Tempat ini pada dasarnya merupakan bangku batu yang terhubung dengan sistem drainase.

“Sekitar abad pertama sebelum Masehi, kakus massal menjadi fitur utama infrastruktur Kerajaan Romawi,” kata Koloski-Ostrow. Menurut dia, hampir setiap penduduk kota dari kalangan menengah sampai bangsawan memiliki toilet pribadi di tempat tinggal mereka. Hanya, sedikit sekali informasi soal fungsi toilet pada era tersebut.

Meski demikian, pakar arkeologi lingkungan dari University of Oxford, Mark Robinson, mengatakan selokan dan toilet Romawi memiliki banyak kekurangan. Salah satu yang paling utama adalah tak adanya jebakan berbentuk huruf “S” di pipa bawah toilet untuk mencegah lalat masuk. Padahal, menurut dia, banyak limbah bertumpuk di sana. “Dengan begitu, lalat bisa mentransfer patogen ke manusia dengan cepat. Tak aneh jika saat itu wabah penyakit kerap menyebar," kata dia.

Alih-alih menurun, prevalensi disentri malah kian naik selama periode Romawi akhir. Pakar paleopatologi dari University of Cambridge, Piers Mitchell, mencatat hal tersebut dalam studinya yang berjudul Human Parasites in the Roman World: Health Consequences of Conquering An Empire, yang terbit dalam jurnal Parasitology edisi 8 Januari 2016. Ini terjadi kotoran manusia langsung digunakan sebagai pupuk tanpa ada proses pembusukan terlebih dulu.

Untuk karya berikutnya, Koloski-Ostrow dan Jansen bersama dua lusin arkeolog lainnya telah menganalisis lebih dari 60 toilet yang tersebar di Bukit Palatium, termasuk toilet komunal yang juga berada di bawah tembok kota dan toilet pribadi di sebuah blok permukiman.

Menurut Jansen, bentuk toilet pribadi amat berbeda. Biasanya toilet semacam itu diletakkan di dekat dapur dan dapat digunakan untuk tempat pembuangan sisa-sisa makanan. Ini berdampak pada selokan. “Sebagian besar selokan tak memenuhi standar karena banyak saluran yang tersumbat lumpur hanya dalam waktu kurang dari satu tahun,” kata dia.

NATURE NEWS | PARASITOLOGY | AMRI MAHBUB

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


7 Hal yang Perlu Diketahui Saat Traveling ke Yunani

1 hari lalu

Pemandangan Gunung Lycabettus, Athena, Yunani. Unsplash.com/Lazarescu Alexandra
7 Hal yang Perlu Diketahui Saat Traveling ke Yunani

Ada beberapa hal yang harus diketahui wisatawan sebeulum berkunjung Yunani


Sejarah Persia Jadi Iran, Bagaimana Syiah jadi Aliran Mayoritas di Negara Ini?

5 hari lalu

Warga Iran merayakan di jalan, setelah serangan IRGC terhadap Israel, di Teheran, Iran, 14 April 2024. Majid Asgaripour/WANA
Sejarah Persia Jadi Iran, Bagaimana Syiah jadi Aliran Mayoritas di Negara Ini?

Iran dulunya merupakan bagian dari kekaisaran Persia. Lalu berganti nama. Salah satu paham aliran Syiah tumbuh paling subur di negara ini.


UGM Raih 25 Bidang Ilmu Peringkat QS WUR 2024, Apa Itu?

9 hari lalu

Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta. (FOTO ANTARA)
UGM Raih 25 Bidang Ilmu Peringkat QS WUR 2024, Apa Itu?

Apa itu QS World University Rankings (WUR) yang menobatkan UGM meraih 25 bidang ilmu dalam pemeringkatan ini?


Pertama di Dunia, Yunani Berikan Liburan Gratis sebagai Kompensasi Kebakaran Hutan 2023

10 hari lalu

Petugas pemadam kebakaran Rumania beristirahat saat api membakar dekat desa Masari, di pulau Rhodes, Yunani, 24 Juli 2023. REUTERS/Nicolas Economou
Pertama di Dunia, Yunani Berikan Liburan Gratis sebagai Kompensasi Kebakaran Hutan 2023

Sebanyak 25.000 turis dievakuasi saat kebakaran hutan di Pulau Rhodes, Yunani, pada 2023, mereka akan mendapat liburan gratis.


Pantai Ini Memiliki Perairan Paling Biru di Dunia

18 hari lalu

Pantai Pasqyra atau Mirror Beach di Albania. Instagram.com/@albania.tourism
Pantai Ini Memiliki Perairan Paling Biru di Dunia

Pantai dengan perairan paling biru di dunia ini ada di Eropa dan Yunani


Iran Bebaskan Semua Awak Kapal Tanker Minyak asal Filipina yang Disita di Teluk Oman

28 hari lalu

Teluk Oman telah melihat serangan drone lapis baja sebelumnya - pada tahun 2021 serangan Iran yang diduga menghantam kapal tanker Mercer Street. REUTERS
Iran Bebaskan Semua Awak Kapal Tanker Minyak asal Filipina yang Disita di Teluk Oman

Filipina mengatakan pada Rabu 27 Maret 2024 bahwa Iran telah membebaskan 18 awak kapal tanker minyak warga Filipina yang disita di Teluk Oman


Pencabutan Publikasi Penelitian Gunung Padang Tidak Sendiri, Ada 10.000 Lebih Makalah Ditarik pada 2023

28 hari lalu

Wisatawan berkeliling di area teras bawah di situs megalitik Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, 17 September 2014. TEMPO/Prima Mulia
Pencabutan Publikasi Penelitian Gunung Padang Tidak Sendiri, Ada 10.000 Lebih Makalah Ditarik pada 2023

Pencabutan publikasi penelitian Gunung Padang didahului investigasi oleh penerbit bersama pemimpin redaksi jurnal.


Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Buntut Pencabutan Artikel Gunung Padang, Fitur Edit Gambar dan Stiker AI WhatsApp, Suara Kontra Arkeolog Asing

29 hari lalu

Wisatawan berkeliling di area teras bawah di situs megalitik Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, 17 September 2014. TEMPO/Prima Mulia
Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Buntut Pencabutan Artikel Gunung Padang, Fitur Edit Gambar dan Stiker AI WhatsApp, Suara Kontra Arkeolog Asing

Topik tentang pencabutan artikel Gunung Padang bisa mencoreng nama penulis dan reviewer menjadi berita terpopuler Top 3 Tekno Berita Hari Ini.


Rencana Tim Peneliti Situs Gunung Padang Setelah Pencabutan Publikasi dari Jurnal

33 hari lalu

Publikasi hasil penelitian situs Gunung Padang Cianjur yang dicabut dari jurnal ilmiah Wiley Online Library. Istimewa
Rencana Tim Peneliti Situs Gunung Padang Setelah Pencabutan Publikasi dari Jurnal

Tim peneliti situs Gunung Padang akan mengirimkan penelitian yang dicabut Willey Online Library ke jurnal lagi, namun dalam bentuk berbeda.


Arkeolog Situs Gunung Padang Tak Hormati Vonis Pencabutan Laporan dari Jurnal, Kenapa?

33 hari lalu

Situs megalitikum Gunung Padang, Cianjur. TEMPO/DEDEN ABDUL AZIZ
Arkeolog Situs Gunung Padang Tak Hormati Vonis Pencabutan Laporan dari Jurnal, Kenapa?

Tim peneliti Gunung Padang sedang berkoordinasi apakah akan menempuh mekanisme pengaduan ke komite etik yang mewadahi jurnal internasional.