TEMPO.CO, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menduga bahwa rencana pemerintah untuk mengamankan slot Satelit 123 Bujur Timur untuk keamanan hanya berorientasi pada proyek anggaran. "Nah, kecenderungannya RAPBN-Perubahan itu pintu masuk korupsi," kata Manajer Advokasi Fitra, Apung Widadi kepada Tempo pada Kamis, 16 juni 2016.
Menurut Apung, pengadaan satelit pertahanan oleh Kementerian Pertahanan sejauh ini belum penting bagi Indonesia. Begitu pun dengan upaya untuk mengamankan kekosongan slot Satelit 123 Bujur Timur. Menurut dia, untuk mengamankan slot bisa menggunakan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) pada 2017.
Dia mengaku kurang setuju apabila pengadaan satelit keamanan senilai US$ 849,3 juta diambil dari RAPBN-Perubahan 2016. Menurut dia, pengadaan itu riskan dengan tindakan dan orientasi proyek. "Nah itu yang kami pertanyakan," ujar dia.
Selama ini, Kementerian Pertahanan juga tak menjelaskan secara rinci satelit pertahanan yang akan dibeli. Pemerintah belum mampu menjelaskan spesifikasi satelit, teknologi yang digunakan, dibeli dari negara mana, dan berbagai macam hal lainnya. Sampai saat ini, Kementerian Pertahanan tak membeberkan rencana itu secara spesifik.
Menurut dia, pembahasan tentang pengadaan satelit keamanan tak perlu buru-buru. Pemerintah cukup mengalokasikan anggaran dari RAPBN pada 2017. Karena jika pembahasan rencana itu dilakukan di RAPBN-Perubahan 2016, maka pembahasan akan sangat singkat dan berpotensi terjadi tindak korupsi. Proses kajian ilmiahnya juga tidak panjang.
Baca juga: Kementerian Pertahanan: Indonesia Harus Amankan Slot Satelit
Saat ini, FITRA mendorong agar pemerintah merinci spesifikiasi satelit secara detail. Sebelumnya proyek tersebut telah mendapatkan Rp 1 miliar dana dari RAPBN 2016 lalu. Sebagai perbandingannya, satelit BRIsat milik PT Bank Rakyat Indonesia dibeli senilai US$ 220 juta.
Dalam uraian rencana pengadaan satelit Kementerian Pertahanan, tertulis bahwa kebutuhan pembiayaan tahun anggaran 2015 adalah US$ 5.002.500. Sebelumnya Fitra juga menyebut, Kementerian Pertahanan masih punya dana cadangan senilai Rp 2,5 triliun.
Pada Tahun anggaran 2016 Kementerian Pertahanan juga menganggarkan sebanyak US$ 275.473.875 untuk satelit. Tahun anggaran 2017 senilai US$ 296.869.625, dan tahun anggaran 2018 sebesar US$ 197.377.375. Lalu pada tahun anggaran 2019, Kementerian Pertahanan membutuhkan dana US$ 30.334.125. Dan terakhir di tahun anggaran 2020, butuh US$ 44.275.000.
AVIT HIDAYAT