TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP), Lestari Nurhajati, kecewa terhadap evaluasi dengar pendapat (EDP) yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Alasannya, evaluasi itu tidak mengkritisi kinerja sepuluh stasiun televisi swasta.
"Hanya diplomasi diksi bahasa semata," kata Lestari menggambarkan proses evaluasi oleh KPI. Direktur Remotivi Muhammad Heychael menggambarkan suasana evaluasi itu mirip lenong rumpi karena KPI berbalas pantun dengan perwakilan stasiun televisi swasta.
Lestari mengatakan KPI seharusnya bisa mengevaluasi hal-hal yang telah dilanggar oleh stasiun televisi. Misal, beberapa stasiun televisi hanya dimiliki satu orang, propaganda politik, minimnya muatan lokal, dan tayangan (sinetron) yang mengabaikan perlindungan anak dan remaja.
Karena itu, koalisi yang terdiri atas 20 organisasi masyarakat sipil serta lebih dari 160 akademikus ini meminta Dewan Perwakilan Rakyat mengevaluasi KPI. "Meski juga ada konstelasi kepemilikan televisi, kami berharap ada salah satu, dua, atau tiga anggota DPR yang mau memperjuangkan ini," ujar Lestari di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Jakarta, Jumat, 17 Juni 2016.
KPI melalui Pasal 33 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2012 memiliki wewenang yang besar dalam menciptakan dunia siaran yang sehat dan bermutu. Kementerian Komunikasi dan Informatika pun berpegang pada rekomendasi KPI. Dalam pasal itu disebutkan izin penyiaran televisi hanya bisa dikeluarkan kalau ada rekomendasi KPI.
AKMAL IHSAN | AS