TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta membeli tanah miliknya sendiri sebesar Rp 648 miliar pada 13 November tahun lalu. Tanah seluas 4,6 hektare tersebut berada di Jalan Lingkar Luar Cengkareng, Jakarta Barat.
Harga beli itu adalah kesepakatan Dinas Perumahan dan Gedung dengan penjualnya Rp 14,1 juta per meter persegi. Padahal nilai jual obyek pajak wilayah itu Rp 6,2 juta. "Dan pemilik tanah itu adalah Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan," kata Mery Erna Harni, Kepala Inspektorat Jakarta, pekan lalu.
Pembelian tanah untuk pembangunan rumah susun tersebut menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan pada audit anggaran 2015 yang dibuka awal Juni 2016. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama mencium aroma korupsi dalam pembelian ini. "Ada semacam mafia yang memainkan," ujarnya seusai rapat dengan BPK, Kamis lalu.
Basuki meminta Inspektorat memeriksa lebih jauh. Dari pemeriksaan lurah hingga camat dan pejabat Dinas Perumahan, Mery Erna baru tahu bahwa tanah itu ternyata dimiliki pemerintah sejak 1967. Pemerintah tak segera membuat sertifikat hingga pengusaha D.L. Sitorus, pemilik PT Sabar Ganda, mengklaim lahan itu pada 2007. Sitorus dan pemerintah saling gugat di pengadilan, hingga Mahkamah Agung memenangkan pemerintah DKI pada 2010.
Empat tahun kemudian, muncul Toeti Noezlar Soekarno, yang mengabarkan memiliki sertifikat atas lahan itu. Ia lalu menawarkannya kepada pemerintah dengan harga pasar Rp 17,5 juta pada Juli tahun lalu. Dinas Perumahan dan Toeti, yang diwakili Rudi Hartono Iskandar, bersepakat pada harga Rp 14,1 juta.
Menurut Mery, seharusnya Dinas Perumahan mengecek status tanah tersebut sebelum setuju membelinya. Apalagi, kata dia, tanah itu sudah terdaftar sebagai aset milik pemerintah daerah Jakarta meski belum ada sertifikatnya.
Kepala Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan Darjamuni membenarkan bahwa tanah itu milik lembaganya. “Saat pembelian, kami tidak diberi tahu sama sekali,” ucapnya. Adapun Kepala Dinas Perumahan Ika Lestari Adji menolak menjelaskan kisruh ini. “Maaf,” tuturnya.
Akibat persoalan tersebut, Gubernur Basuki memecat Lurah Cengkareng Barat dan beberapa pejabat di Dinas Perumahan. Ia meminta BPK memeriksa notaris yang mengurus jual-beli tersebut. Pemerintah Jakarta membayar notaris seharga Rp 6 miliar dalam pembelian itu sesuai dengan hitungan 1 persen dari nilai transaksi. “Gila, enggak kira-kira,” kata Ahok.
Ahok sudah melaporkan dugaan korupsi pembelian lahan tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan polisi. Ia curiga pembelian tersebut terjadi karena ada pemalsuan dokumen. “Datanya ada di BPK,” ujarnya.
ERWAN HERMAWAN | FRISKI RIANA
BACA JUGA
Soal Dana Teman Ahok, Adian Napitupulu: Ayo Transparan!
Lulung: Iris Kuping Saya Jika Ahok Maju di Jalur Independen