TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengaku tidak mengetahui bahwa pembelian lahan di Cengkareng, Jakarta Barat, menggunakan harga lebih tinggi dari nilai jual obyek pajak di wilayah itu. "Makanya saya enggak tahu," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Senin, 27 Juni 2016.
Pemerintah DKI Jakarta membeli tanah seluas 4,6 hektare milik mereka sendiri sebesar Rp 648 miliar, di Jalan Lingkar Luar Cengkareng pada November 2015. Dinas Perumahan dan Gedung sepakat membeli lahan yang diperuntukkan untuk pembangunan rumah susun itu dengan harga Rp 14,1 juta per meter persegi. Padahal NJOP di wilayah itu sebesar Rp 6,2 juta.
Menurut Ahok, kesepakat pembelian menggunakan harga appraisal diperbolehkan. "Itu boleh saja. Harga appraisal saja boleh, apalagi NJOP," kata dia.
Saat ini, ada beberapa pihak yang mengklaim sebagai pemilik tanah tersebut. Ahok pun mengaku sebelumnya tidak mengetahui soal status lahan di sana. Namun, dia secara tegas menyatakan ada penipuan dalam proses pembeliannya.
Menurut Ahok, lahan tersebut sudah digarap belasan tahun oleh mafia tanah. "Ada penghilangan surat yang menyatakan itu sewa, bukan punya DKI. Aslinya ternyata punya DKI," ujarnya.
Ahok mengungkapkan, Lurah Cengkareng Barat bahkan mengatakan bahwa lahan tersebut bukan milik pemerintah DKI. Karenanya, dia ikut mempertanyakan apakah ada oknum lurah yang ikut menerima duit atau tidak. "Makanya saya minta mesti ditelusuri duitnya ke mana."
Kamis lalu saat rapat koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan, Ahok meminta lembaga itu menginvestigasi proses pembelian lahan di Cengkareng Barat. Ia juga meminta BPK memeriksa notaris yang terlibat dalam urusan jual-beli tersebut. Sebab, pemerintah DKI membayar jasa notaris sebesar satu persen dari nilai transaksi, yaitu Rp 6 miliar.
"Mana ada orang bodoh sih, bayar notaris Rp 4-5 miliar beli tanah. Misalnya beli tanah Rp 600 miliar, kamu bayar notaris Rp 6 miliar, gila enggak kira-kira," ucapnya, Kamis lalu.
FRISKI RIANA