TEMPO.CO, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Rumah Rakyat Indonesia (RRI) mengerahkan massanya untuk unjuk rasa ke Kedutaan Filipina dan Kementerian Tenaga Kerja, Kamis, 14 Juli 2016. Aksi mewakili kaum buruh ini bentuk protes terhadap berulangnya kasus penyanderaan warga Indonesia di perairan Filipina.
Saat ini ada sepuluh awak kapal Indonesia disandera kelompok Abu Sayyaf saat kapal yang dinaiki memasuki perairan Filipina. “ABK adalah buruh. Kami membayar pajak dan retribusi, tapi tidak dapat perlindungan,” kata Said Iqbal, Presiden KSPI, dalam konferensi pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum, Rabu, 13 Juli 2016.
Menurut Said Iqbal, aksi tersebut menuntut pemerintah Filipina membebaskan para sandera. Jika mereka tidak mampu, KSPI dan RRI berharap TNI turun tangan. “Ini sudah melanggar kedaulatan Indonesia, jadi Indonesia punya hak menyerbu. Kedaulatan itu termasuk penduduk, bukan teritori saja,” lanjut Said.
KSPI dan RRI juga menyayangkan sikap Menteri Ketenagakerjaan yang diam saja. “Kalau enggak berupaya, berhenti saja sebelum di-reshuffle,” ujar Said mengungkapkan kekecewannya. Tidak hanya diam dalam kasus penyanderaan ABK saja, menurut dia, Kementerian Ketenagakerjaan tidak membantu usaha-usaha menaikkan kesejahteraan buruh.
Said mengancam, sebagai bagian dari International Labour Organization (ILO), ia akan menggunakan langkah internasional demi mencapai kedaulatan buruh. Langkah ini termasuk menggugat pemerintah yang sudah empat kali gagal melindungi warganya dari sergapan kelompok Abu Sayyaf.
Tercatat sudah empat kali kasus penyanderaan warga Indonesia oleh kelompok separatis yang berada di wilayah Filipina Selatan itu. Dua peristiwa sebelumnya berlangsung pada Januari dan Mei lalu. Jika tuntutan-tuntutan buruh ini tidak kunjung terpenuhi, Said menyatakan tidak menutup kemungkinan para buruh akan mogok.
IQRA ARDINI | ELIK