TEMPO.CO, Jakarta - Orang-orang perfilman gusar atas beredarnya kabar bahwa Gedung Film di Jalan M.T. Haryono Kavling 47-48, Jakarta Selatan akan diubah menjadi Gedung Pesona Indonesia. Kabar yang berkembang sejak Rabu lalu itu juga menyebutkan bahwa Kementerian Pariwisata hendak mengusir Lembaga Sensor Film (LSF) dan Badan Perfilman Indonesia (BPI) dari gedung tersebut.
"Kalau Gedung Film sampai diubah namanya, saya akan protes keras!" kata Ketua Badan Perfilman Indonesia Kemala Atmojo kepada Tempo, Jumat, 22 Juli 2016. Kemala juga mengatakan bahwa sejumlah artis dan orang film menyampaikan protes yang sama kepadanya.
Kemala menuturkan bahwa dia dan beberapa orang film telah bertemu dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jalan Sudirman, Jakarta, sore tadi. Dalam rapat yang membahas soal Festival Film Indonesia itu hadir Kemala, Kepala Pusat Pengembangan Perfilman Maman Wijaya dan beberapa orang film, seperti Olga Lydia, Lukman Sardi dan Wulan Guritno.
Di tengah rapat, Menteri Anies menyinggung soal kabar perubahan nama Gedung Film. "Pak Anies menyinggung tulisan di Koran Tempo soal Gedung Film. Beliau lalu berjanji akan mengkaji lebih jauh dan kemungkinan akan mengadakan pertemuan dengan kementerian lain," kata Kemala.
Dalam tulisannya di Koran Tempo edisi hari ini, Kemala menggugat rencana perubahan nama dan peruntukan Gedung Film, yang selesai dibangun pada 1977. Dia menguraikan bahwa gedung itu lahir dan dibangun oleh lembaga-lembaga perfilman. "Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) menyumbang Rp 4,8 miliar dari biaya total pembangunan gedung yang mencapai Rp 10,5 miliar," tulisnya. Dana lainnya berasal dari tukar guling tanah dan gedung Badan Sensor Film di Jalan H. Agus Salim senilai sekitar Rp 3,9 miliar serta tanah dan gedung DFN di Jalan Menteng Raya dengan nilai sekitar Rp 1,6 miliar pada 1993.
"Mengingat riwayat di atas, sudah selayaknya pemanfaatan gedung tersebut lebih diutamakan untuk kepentingan perfilman, bukan yang lain. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai pengampu perfilman saat ini, semestinya juga harus sadar akan masalah itu," tulisnya.
IWANK