TEMPO.CO, Jambi - Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumarsono mengaku mendapat laporan bahwa dalam setahun terakhir kelurahan-kelurahan di tingkat kota madya ingin diubah statusnya menjadi desa.
Menurut Soni, keinginan itu berbanding terbalik dengan tren zaman dulu saat banyak desa meminta perubahan status menjadi kelurahan. "Dulu mereka berbondong-bondong meminta jadi kelurahan karena ingin jadi pegawai negeri," kata Soni di sela Musyawarah Nasional Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) 2016, di Abadi Convention Centre, Kota Jambi, Rabu, 27 Juli 2016.
Soni menuturkan alasan utama kelurahan ingin kembali menjadi desa karena ada rasa cemburu dalam pemberian alokasi dana pengembangan untuk desa dari pemerintah pusat. "Sudah hampir Rp 500 miliar per desa, kelurahan tidak dapat," ujarnya.
Desa diberi dana alokasi cukup besar, ucap Soni, karena pemerintahannya berbentuk daerah otonom. Adapun kelurahan merupakan perangkat pemerintah daerah yang anggarannya diberikan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah pemerintah kota setempat. "Kelurahan tidak dapat (dana alokasi) karena desa otonom, sementara kelurahan adalah perangkat daerah," tuturnya.
Masalah kecemburuan sosial itu, kata Soni, sempat dibahas Kementerian Dalam Negeri, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kementerian Keuangan. Soni mengaku sependapat jika kelurahan diberikan dana subsidi khusus dari pemerintah pusat. "Meskipun jumlahnya tidak sama dengan dana desa."
Agar dana bantuan kelurahan bisa terwujud, ujar Soni, pemerintah kota melalui Apeksi perlu memberikan rekomendasi melalui Musyawarah Nasional ke-5 itu. "Rekomendasi Apeksi kalau sampai menyinggung masalah itu akan lebih kuat karena mem-backup kebijakan pusat," ucapnya.
Pemberian dana khusus untuk kelurahan, kata Soni, agar tidak menuntut statusnya diubah menjadi desa. Sebab perubahan status itu justru langkah mundur. "Kalau jadi desa nanti perkembangan negara jadi turun, sideback. Karena daerah banyak kota, makin maju, makin urban," ujarnya.
PUTRA PRIMA PERDANA