TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI), I Wayan 'Gendo' Suardana memastikan dana yang dipakai membiayai gerakan menolak reklamasi Teluk Benoa berasal dari dari rakyat Bali sendiri. Dia membantah ada pihak yang menjadi sponsor gerakan ini untuk tujuan bisnis tertentu.
"Biaya datang dari desa adat, (untuk menyewa--) sound system, mobil komando. Desa adat kan enggak miskin untuk membiayai aksinya, tapi desa adat tidak pernah membiayai peserta aksi," kata dia saat ditemui Tempo di kantor Walhi Bali, di Jalan Dewi Madri, Denpasar, Kamis 28 Juli 2016 sore.
"Mereka yang menyumbang, jadi ForBALI tidak pernah membiayai, rakyat yang membiayai sendiri. Tudingan dibiayai asing itu kan isu lama, yang diangkat," katanya lagi. Menurut Gendo, selain dari desa adat, pembiayaan aksi juga berasal dari keuntungan penjualan merchandise, dan penjualan tiket konser mini tolak reklamasi.
Pertanyaan atas sumber dana gerakan tolak reklamasi di Bali muncul seiring dengan gencarnya hashtag #bongkardanaforbali di Twitter. Kemunculan hashtag itu salahsatunya dipicu pernyataan Gubernur Bali Made Mangku Pastika di sebuah media lokal. Menurut Pastika, Presiden Joko Widodo pernah menanyakan siapa yang ada di balik gerakan massa menolak reklamasi di Teluk Benoa.
Tak hanya beredar di Twitter, menurut Gendo, kini bahkan ada pihak yang menginginkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memeriksa aliran dana ForBALI. "Ya silakan saja, kami tidak pernah takut dengan itu. Tapi, ada baiknya juga minta ke PPATK untuk menelusuri dana Rp 1 Triliun yang telah dikeluarkan investor (TWBI), untuk apa saja uang itu," kata dia.
Meski diterpa isu tak sedap, gerakan tolak reklamasi di Bali terus bergulir. Gendo mengatakan dua desa adat, yakni Desa Sumerta dan Desa Tanjung Bungkak, akan menggelar deklarasi bersama menolak reklamasi Teluk Benoa pada Minggu, 31 Juli 2016.
Menurut Gendo, jika ada pihak-pihak yang ingin menelusuri sumber dana aksi ForBALI, mereka dipersilakan datang pada aksi itu dan menilai sendiri saat aksi berlangsung. "Silakan kalau mau kroscek; datang saat aksi, bahkan kalau perlu, dari sekarang bisa diinvestigasi sumber dananya," kata dia.
Saat Tempo berada di kantor Walh sekitar pukul 15.10 Wita, suasana di sana cukup ramai dikunjungi banyak pemuda dari Seka Teruna Mekar Sari, Banjar Tegeh Kuri, Desa Tonja, Denpasar.
Mereka datang untuk menyumbang dana gerakan ForBALI. Ketua Seka Teruna Mekar Sari, Gede Arya Wiguna, menjelaskan uang yang didonasikan untuk ForBALI berasal dari konser mini untuk memperingati ulang tahun Seka Teruna Mekar Sari yang ke-49 beberapa waktu lalu. "Kami menggagas konser mini itu untuk mendukung gerakan ForBALI. Kami ingin berpartisipasi untuk Bali secara luas," ujarnya.
Adapun Muhammad Saiful Ghozi, 21 tahun, remaja asal Surabaya, Jawa Timur, yang sedang berlibur ke Bali, juga mengunjungi kantor Walhi Bali untuk membeli kaos tolak reklamasi Teluk Benoa. "Ini salah satu bentuk dukungan untuk warga Bali menolak reklamasi di Teluk Benoa," katanya.
Menurut dia, kaos tolak reklamasi itu juga mampu membangkitkan spirit perlawanan. "Teman-teman saya di Surabaya banyak yang mendukung gerakan tolak reklamasi. Kami tahu perkembangan isu ini dari akun facebook Jerinx Superman Is Dead," ujarnya. "Buat apa merusak ekosistem di Teluk Benoa dari satu pihak yang ingin memperkaya dirinya sendiri," katanya.
BRAM SETIAWAN