TEMPO.CO, Depok - Sembilan sekolah di Indonesia disebut terlibat dalam jaringan kudeta Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Jumat, 15 Juli 2016. Tudingan tersebut berawal dari pernyataan Kedutaan Besar Turki di website resmi mereka, Kamis, 28 Juli 2016. Dalam situs www.jakarta.emb.mfa.gov.tr itu disebutkan bahwa sembilan sekolah terlibat dalam Fethullah Terrorist Organisation (FETO), aktor intelektual kudeta Turki.
Sekolah-sekolah yang dituduh berafiliasi pada FETO ialah Sekolah Pribadi Depok, Sekolah Pribadi Bandung, Sekolah Semesta Semarang, Sekolah Kharisma Bangsa, Sekolah Kesatuan Bangsa, Sekolah Fatih Banda Aceh, Sekolah Teuku Nyak Arif Fatih Banda Aceh, Sragen Bilingual Boarding School, dan Banua Bilingual Boarding School, Kalimantan Selatan.
Juru bicara Sekolah Pribadi Depok Ari Rosandi mengatakan awal berdirinya sekolah yang masuk dalam rilis Kedutaan Besar Turki itu memang atas kerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat Pasiad, dari Turki. LSM Pasiad bergerak dalam bidang pendidikan. Pada 1995, kata dia, pendiri Sekolah Pribadi, Aip Syarifudin, menggagas berdirinya tujuh sekolah dengan Pasiad.
Tujuh sekolah itu ialah Sekolah Pribadi Depok, Sekolah Pribadi Bandung, Sekolah Semesta Semarang, Sekolah Kharisma Bangsa, Sekolah Kesatuan Bangsa, Sekolah Fatih Banda Aceh dan Sekolah Teuku Nyak Arif Fatih Banda Aceh. "Kerja sama telah dijalin selama 20 tahun," kata Ari, Jumat, 29 Juli 2016.
Kerja sama dengan LSM pendidikan asal Turki itu, menurutnya, mendapatkan rekomendasi resmi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tapi, pada 1 November 2015, kerja sama sudah diakhiri. "Sejak saat itu, tidak ada hubungan lagi secara kelembagaan dengan lembaga Pasiad Turki."
Selama bekerjasama dengan Pasiad, sekolah-sekolah tersebut beberapa kali mendapatkan kunjungan kehormatan dari para petinggi pemerintah Turki. Recep Tayip Erdoan yang saat itu masih menjabat Perdana Menteri Turki juga sempat menengok sekolah yang di Banda Aceh. Kunjungan Erdogan itu atas kerjasama dengan Pasiad, setelah tsunami melanda Aceh pada 2004.
Presiden Turki, Abdullah Gül, juga pernah berkunjung ke Sekolah Kharisma Bangsa pada 2011 dan disusul kemudian oleh Wakil Perdana Menteri Turki, Bülent Arnç, pada 10 Desember 2011, ke sekolah yang sama.
Ari menilai kunjungan-kunjungan itu menandakan bahwa kerja sama dengan Pasiad telah memberikan kontribusi positif dalam hubungan Indonesia dengan Turki. "Sekarang dasarnya apa kalau kami dituding sebagai sekolah penyebar terorisme," ucapnya.
Ari mengimbuhkan kurikulum Sekolah Pribadi Depok mengikuti pemerintah. Tidak ada satu mata pelajaran pun yang membahas pemerintahan Turki. "Hanya pelajaran bahasa Turki, memang ada," katanya. "Pribadi memang bukan sekolah milik orang Turki."
Awalnya, ujar dia, Sekolah Pribadi Depok hanya membuka jenjang SMA pada 1995. Pada 2000 dibuka SMP Pribadi Depok. Setelah berjalan tujuh tahun, pada 2002, SD Pribadi Depok, lahir. "Ini atas permintaan masyarakat," ujarnya.
Sejak awal didirikan, lebih dari seribu siswa telah lulus dari Sekolah Pribadi Depok. Bahkan, 10 persen dari lulusan SMA Sekolah Pribadi mendapat beasiswa S1 ke universitas di Turki. Tahun ini, jumlah seluruh siswa SD, SMP dan SMA Sekolah Pribadi sebanyak 320 orang. Total ada 16 kelas, dengan rincian enam kelas SD, empat kelas SMP dan enam kelas SMA. "Total ada 30 guru. Dua diantaranya guru asing, dari Kirgistan yang mengajar Bahasa Inggris, dan Turki yang mengajar Komputer," ucapnya.
Salah seorang siswa kelas XI A SMA Pribadi Umar Syaifussdiq mengaku terganggu dengan informasi yang berkembang. Selama ia belajar di Sekolah Pribadi, tak ada satu pun, pelajaran yang membahas terorisme. "Belajar bahasa Turki, iya. Itu fitnah. Saya mulai risih," ucapnya.
IMAM HAMDI