TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, mengutarakan pendapatnya terkait adanya lembaga pemerintah yang memperkarakannya.
"Saya siap saja dikriminalkan. Bukan saya terima tapi kita harus hadapi," kata Haris di Jakarta Pusat, Sabtu, 6 Agustus 2016. "Tapi saya ingin bilang bahwa lebih baik kita bongkar masalah narkobanya."
Menurut Haris, masalah seputar kasusnya ini sebenarnya adalah informasi dari terpidana mati Freddy Budiman. Bukan soal melihat Haris sebagai kriminal yang melakukan pencemaran nama baik. Dia juga membantah melakukan pencemaran nama baik.
"Saya merasa saya berkontribusi memberikan kritik kepada negara," ujar Haris. Dia menambahkan, TNI, Polri, Bea Cukai, dan Badan Narkotika Nasional adalah lembaga publik. Namun dia menyayangkan ada orang yang merasa memilikinya. "Itu terkait dengan konten ketersinggungan. Menurut saya gak usah cemas yang soal-soal seperti itu."
Baca Juga: Haris Azhar Terpojok, Teman KontraS Ramai-ramai Melawan
Untuk membongkar kasus narkoba lainnya, Kontras dan organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Mafia Narkoba membuka posko pengaduan di kantor Kontras. Mereka sedang merencanakan membuka posko di daerah lain.
Haris menjelaskan posko ini tempat menerima laporan terkait dengan maraknya peredaran dan penggunaan narkoba yang didukung oleh petugas negara dalam berbagai bentuk. Baik perdagangan pemasoknya, distributor, pengguna, atau pelaku yang sudah ditangkap tapi dipaksa menyuap. "Diperas supaya bisa lolos," kata dia.
Haris dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Polri oleh tiga lembaga pemerintah dan satu organisasi masyarakat. Yaitu Badan Narkotika Nasional, Tentara Nasional Indonesia, Pemuda Panca Marga, dan Polri sendiri. Haris dikenai pasal pencemaran nama baik dan fitnah melalui media sosial.
Simak Juga: Haris Azhar Jadi Tersangka? KontraS Bantah Lewat Twitter
Dia dilaporkan ke polisi karena tulisannya di akun Facebooknya berjudul "Cerita Busuk dari Seorang Bandit". Isinya adalah pengakuan terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman. Pesan itu tersebar secara cepat di media sosial pada Kamis malam, 28 Juli 2016. Cerita itu tersiar beberapa jam sebelum terpidana Freddy Budiman dieksekusi mati.
Dalam tulisan itu, Haris mengaku pernah mengunjungi Freddy di Lembaga Pemasyarakatan Batu, Nusakambangan, Jawa Tengah, 2014. Saat itu, Freddy menceritakan kepada Haris bahwa selama ini dia dibantu oleh petugas Badan Narkotika Nasional dan Bea dan Cukai untuk memasukkan narkoba ke Indonesia. Freddy juga menyatakan telah menyetor uang miliaran rupiah ke pejabat BNN dan Mabes Polri.
REZKI ALVIONITASARI