TEMPO.CO, Jakarta - Dalam film bergenre spionase, lazim kita melihat adegan seorang agen rahasia berjalan menuju pintu masuk sebuah ruang rahasia yang dilengkapi teknologi tinggi. Sebelum membukanya, sang agen harus mendekatkan mukanya ke alat pemindai mata. Di layar tertulis: “DITERIMA”. Dan, pintu pun terbuka.
Dalam film seperti itu, teknologi terlihat nyata. Film James Bond, misalnya, banyak mempertontonkan gadget dan teknologi yang belum ada di dunia nyata. Misal, mobil yang dilengkapi dengan alat peluncur roket atau jam tangan dengan kemampuan menembakkan sinar laser.
Tapi, dengan teknologi yang kian maju, alat pemindai retina dan iris sebagai pengidentifikasi seseorang bukan khayalan lagi. Teknologi itu bahkan bisa digunakan pada kehidupan sehari-hari. Adalah Samsung yang menghadirkan teknologi pemindai iris mata di ponsel pintar terbarunya, Galaxy Note 7.
Pada 2 Agustus lalu, secara global Samsung Galaxy Note 7 diluncurkan di New York, Amerika Serikat, termasuk di Indonesia. Spesifikasinya menjanjikan. Galaxy Note 7 menggunakan layar Super AMOLED 5,7 inci dengan resolusi 2.560 x 1.440 piksel alias QHD. Layar didesain melengkung pada kedua sisinya.
Ada dua jenis prosesor yang dibenamkan, yakni Snapdragon 820 dan Exynos 8890. Selain itu, dilengkapi dengan RAM 4 gigabita, memori internal 64 gigabita, dan port charging USB tipe C yang lebih cepat dalam transfer data ataupun pengisian baterai.
Kamera utama Galaxy Note 7 berkekuatan 12 megapiksel dengan aperture f/1.7, OIS dan teknologi sensor dual pixel untuk autofokus yang lebih cepat. Bagi yang gemar selfie, Samsung menyediakan kamera depan berkekuatan hingga 5 megapiksel.
Tak hanya itu, fitur anti-air dengan sertifikat IP-68 sudah melengkapi Galaxy Note 7, yang kini juga dilengkapi dengan slot microSD. Kedua fitur tersebut tak tersedia di pendahulunya, Galaxy Note 5. Agar masa hidup lebih lama, sisi baterai meningkat dari 3.000 mAh menjadi 3.500 mAh.
Dari segudang fitur yang dibawa, ada satu yang menarik perhatian dan membedakan Galaxy Note 7 dari kebanyakan ponsel pintar lain yang ada di pasar: iris scanner alias pemindai iris mata, teknologi yang sebelumnya hanya bisa dilihat dalam film fiksi ilmiah. Lantas, bagaimana cara kerja fitur unggulan ini.
Pada dasarnya, mata terdiri atas dua warna berbeda atau disebut heterochromia iridum. Kebanyakan mata manusia berwarna cokelat, tapi ada juga yang berwarna biru. Sedangkan yang sangat langka adalah berwarna hijau, amber, dan perak.
Iris adalah bagian mata yang menentukan warna mata. Jika dilihat lebih dekat, ada garis bergelombang di permukaannya, melingkar ke dalam dan ke luar pada bagian luar dan dalam perimeter. Garis-garis ini membentuk pola. Inilah yang kemudian “dibaca” oleh pemindai iris untuk mengidentifikasi seseorang.
Pola rangkaian garis bergelombang ini sangat rumit dan tersusun acak. Pola ini tak pernah berubah sampai kapan pun. Setiap orang memiliki pola yang unik dan berbeda satu sama lain. Bahkan iris pada mata kanan dan kiri seseorang pun berbeda.
Meski begitu, pemindai iris mata tak hanya mengambil gambar mata lalu membandingkan dengan yang sudah terekam, melainkan menembakkan sinar inframerah langsung ke arah mata. Jenis sinar ini lebih akurat dalam membaca pola garis pada iris mata ketimbang sinar lainnya.
Selain itu, sinar inframerah memungkinkan pemindai iris mata bekerja dalam kondisi minim cahaya. Kacamata atau lensa kontak tak menghalangi sinar ini. Begitu pola garis mata terbaca, gambar diubah menjadi sebuah kode. Kode inilah yang kemudian dibandingkan dengan kode yang sudah ada untuk identifikasi.
FIRMAN