TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang membidangi Pendidikan, Kesehatan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Fahira Idris mendesak pemerintah agar merealisasikan kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Hal ini diperkuat kajian dari Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany. "Ini harus segera direalisasikan," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Senin, 22 Agustus 2016.
Fahira mengatakan selain menaikkan harga rokok, ia juga meminta agar pemerintah mengatur tata niaga rokok yang selama ini begitu semrawut. Hingga saat ini peredaran rokok dinilai terlalu bebas sehingga siapa saja dan di mana saja orang bisa membeli rokok. "Kami meminta ini ditindak tegas, terutama kepada para penjual yang masih seenaknya menjual rokok kepada anak-anak," ujarnya.
Tata niaga rokok yang terlalu longgar mengakibatkan siapa saja dapat mengakses rokok, termasuk anak sekolah dasar. Menurut Fahira, hal ini melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak yang mewajibkan pemerintah menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak.
Berdasarkan hasil berbagai survei, tambah Fahira, jumlah anak-anak yang mengkonsumsi rokok di Indonesia sudah masuk tahap yang mengkhawatirkan. Ia memaparkan hasil Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan, bahwa jumlah perokok pemula di usia 10-14 tahun naik dua kali lipat lebih dalam sepuluh tahun terakhir. "Jika pada 2001 hanya 5,9 persen, pada 2010 naik menjadi 17,5 persen," katanya.
Dengan demikian, ia mendesak agar pemerintah melakukan berbagai terobosan untuk melindungi anak dari bahaya rokok.
Sebelumnya, Gerakan Masyarakat Tembakau Indonesia (Gemati) menilai gagasan menaikkan harga rokok hingga Rp 50 ribu per bungkus hanya akan menguntungkan produsen rokok. Rencana ini dianggap tak menyentuh kepentingan petani tembakau yang selama ini sebagai penyuplai bahan baku.
“Pabrik yang diuntungkan, belum jaminan petani sejahtera karena belum tentu harga tembakau ikut naik,” kata Sekretaris Gerakan Masyarakat Tembakau Indonesia Syukur Fahrudin, Ahad, 21 Agustus 2016.
Syukur menilai gagasan menaikkan harga rokok hingga Rp 50 ribu per bungkus hanya sebuah tekanan terhadap pemerintah Joko Widodo, yang belum meneken ratifikasi kontrol tembakau internasional atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
ABDUL AZIS