TEMPO.CO, Purwakarta - Penikmat dan penggemar kuliner khas tradisional sunda dan kolektor benda seni kerajinan tangan bernilai tinggi bisa menjadikan Pameran Etnik Purwakarta, Jawa Barat sebagai tujuan wisata pekan ini. Pameran itu tengah digelar di Pasanggrahan Pajajaran atau Alun-alun Kiansantang Purwakarta hingga 27 Agustus 2016.
Tempo yang menyambangi lokasi pameran etnik tersebut, Senin malam, 22 Agustus 2016, mencatat, sedikitnya ada 25 stand pameran kuliner dan benda seni kerajinan tangan yang dipamerkan. Produk kuliner yang dipamerkan semuanya berasal dari Jawa Barat, terutama Purwakarta. Ada pun produk seninya berasal dari sejumlah provinsi yaitu Papua, Batak atau Sumatera Utara, Padang, Banten dan Sulawesi.
Menariknya, para pengunjung tak cuma disuguhi dengan produk olahan yang sudah jadi, tetapi juga bisa melihat langsung proses pembuatan setiap item kuliner yang dipamerkan. Misalkan, bagaimana cara membuat rangginang, kicimpring dan peuyeum atau tape ketan khas Sunda, mulai dari mengolah bahan, memasak hingga matang langsung dipraktekan oleh para ahlinya di lokasi pameran.
Pelancong juga akan disuguhi pemandangan yang indah dari penampilan taman-taman yang indah dan atraksi air mancur yang eksotik yang ada di sekitar Pasanggrahan Pajajaran yang dijadikan ajang pameran etnik tersebut terutama jika berkunjungnya pada malam hari.
Kepala Bidang Pariwisata Asep Supriatna mengatakan Pameran Etnik ini untuk mempromosikan produk hasil olahan masyarakat Sunda terutama yang ada di pedesaan. Pameran yang digelar sejak Sabtu malam, 20 Agustus akan berakhir pada Sabtu malam, 27 Agustus 2016.
Menurut Asep, Pameran Etnik Purwakarta digelar karena nilai komersil olahan produk etnik, baik berupa makanan maupun kerajinan, kerap dianggap rendah. Pameran etnik itu juga menjadi ajang pembelajaran dan pendidikan bagi siapapun yang berminat mempelajari makanan dan kerajinan yang berlatar etnik. Sebab dalam pameran ini bukan saja dihadirkan produk jadi, melainkan tata cara pembuatannya secara tradisional.
“Orang pasti penasaran bagaimana cara pembuatan kain oleh masyarakat Baduy misalnya, atau tas khas Papua, dan aksesoris masyarakat Dayak, makanya kami hadirkan cara pembuatannya di pameran ini," kata Asep.
Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, mengatakan, pada umumnya masyarakat akan menaruh minat pada sesuatu produk jika produk tersbut sedang booming. Sementara sesuatu yang bersifat etnik tradisional seringkali terpinggirkan karena tidak memiliki akses yang cukup untuk mempromosikan produknya.
Dedi berkomitmen membangun keberpihakan terhadap produk etnik terutama produk yang dihasilkan oleh para pengusaha kecil menengah maupun mikro itu, tidak cuma produk asal Purwakarta tetapi juga daerah lain di Jawa Barat bahan sejumlah provinsi di Indonesia.
“Kami ingin produk kebudayaan bangsa kita diketahui orang banyak sehingga bangsa ini akan semakin dihargai. Kalau laku dijual kan bisa membangun ketahanan ekonomi. Tujuannya itu. Jadi bukan sekedar pameran," tambahnya.
NANANG SUTISNA