TEMPO.CO, Bangkalan--- Badan Lingkungan Hidup Jawa Timur menyatakan hutan mangrove di Kecamatan Sepuluh, Kabupaten Bangkalan telah masuk sebagai kawasan konservasi di bawah pengawasan Badan Pengelola Hutan Mangrorve (BPHM) Wilayah I Bali. Sekertaris BLH Jatim Sunarta mengatakan dengan status tersebut menunjukkan hutan mangrove Sepuluh telah berhasil dikelola dengan baik oleh masyarakat sekitar. "Selain Bangkalan, hutan mangrove Tuban, Lamongan dan Surabaya juga mangrove dikelola dengan baik," kata dia, saat mengunjungi Hutan Mangrove Kecamatan Sepuluh, Selasa 22 Agustus 2016.
Keberhasilan pelestarian hutan mangrove Sepuluh yang nyaris punah ini, kata Sunarta, ditandai dengan banyaknya aneka burung di hutan tersebut. Bahkan, pada bulan-bulan tertentu setiap tahun, banyak burung migran dari Eropa yang singgah ke hutan tersebut.
Seperti burung Gajahan Pengala (Whimbrel Numenius/Phaeopus), Cerek (Plover, Charadrius SP), dan Trinil Kaki Merah (Common Redshank/Tringa Totanus). Termasuk juga burung pantai seperti Trinil Pantai (Common Sandpiper/Actytis Hypoleucos), burung air seperti Cangak Merah (Purple Heron/Ardea Purpurea), dan Kuntul Kecil (Litle Egret/Egretta Garzetta). Singgahnya burung migran ini terjadi sejak 2014 lalu. "Luas hutan sepuluh baru 3 hektar, masih bisa dikembangkan," ujar dia.
Yang menggembirakan, Sunarta melanjutkan, hutan mangrove Sepuluh telah dikelola sebagai taman pendidikan mangrove. Fasilitasnya pun cukup bagus karena telah dilengkapi jembatan kayu sepanjang 350 meter, sehingga pengunjung bisa berkeliling hutan dan melihat aneka burung yang ada. "Madura terkenal kering, tapi kalau mau usaha, hutan mangrove bisa lestari," ungkap dia.
Hutan Mangrove Sepuluh terletak di Desa Labuhan. Hutan ini dikelola oleh warga setempat dalam wadah Kelompok Tani Cemara Sejahtera. Syahril, Sekertaris Kelompok Tani, mengatakan pemulihan hutan mangrove yang nyaris punah karena penebangan liar tersebut, berkat support dari PHE WMO yang mengebor minyak dan gas bumi di Perairan Sepuluh. "Ke depan kami ingin mandiri mengelola hutan ini," kata dia.
Baca Juga:
Untuk pengembangan, kata Syahril, pihaknya menambah jenis tanaman mangrove seperti Sonneratia Alba (Prapat), Rizhophora Stylosa, dan Stenggi. Termasuk akan membangun menara setinggi 10 meter untuk tempat memantau migrasi burung dari luar negeri. "Kami juga tanam cemara udang di bibir pantai sepanjang sejauh 2,5 kilometer," ujar dia.
Bagi Syahril, tantangan terberat melestarikan mangrove adalah memberikan pengertian kepada para pemburu burung. Keberadaan pemburu bisa mengancam keberadaan burung migrasi. "Secara perlahan pemburu mulai berkurang, kami akan menjatuhkan sanksi," ujarnya.
General Manajer PHE WMO Sri Budiyani berharap ke depan keberhasilan Taman Pendidikan Mangrove Sepuluh bisa embrio sehingga semangat melestarikan mangrove muncul di kabupaten lain di Madura. "Semoga banyak duta-duta mangrove di Madura," kata dia.
MUSTHOFA BISRI