TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, mengatakan, petugas keamanan menangkap sejumlah aktivis oposisi yang dituding akan melakukan kekerasan pada unjuk rasa Kamis, 1 September 2016.
"Mereka kini meringkuk dalam tahanan," Al Jazeera melaporkan, Rabu, 31 Agustus 2016.
Beberapa pemimpin oposisi mengritik penahanan terhadap para aktivis penentang pemerintah pada Selasa, 30 Agustus 2016, karena hal tersebut dianggap sebagai sebuah intimidasi. Untuk itu, mereka meminta kepada seluruh rakyat Venezuela berunjuk rasa di ibu kota Caracas seraya mendesak pemerintah melakukan referendum menentang Maduro.
Aksi jalanan yang akan digelar Kamis tersebut menyusul ketegangan berbulan-bulan antara Presiden Maduro dengan anggota legislatif yang dikuasai oleh kelompok oposisi. Ketegangan tersebut dipicu oleh inflasi tinggi di Venezuela, produksi menurun, dan kondisi ekonomi melemah.
Menurut Maduro, sebagaimana dikutip Al Jazeera, demonstrasi yang dijadwalkan besok tersebut terindikasi akan menimbulkan kekerasan sekaligus sebagai panggung melakukan kudeta terhadap pemerintahannya.
"Kita harus menang perang melawan kudeta, sebelum, selama, dan sesudah tanggal yang direncanakan kaum fasis itu," kata Maduro.
"Kami menangkap sekelompok orang yang membawa peralatan penting, bahan peledak C4. Kami menangkap mereka pada saat yang tepat, termasuk siapa saja yang terlibat dalam rencana makar atau meyerukan kekerasan. Mereka akan kami kirim ke kerangkeng besi," tuturnya.
Pada pidatonya yang direkam wartawan, Maduro juga menuding Amerika Serikat merencakanan perlawanan terhadap pemerintahan sayap kiri di Amerika Latin tersebut. "Ancaman secara langsung datang dari imperialisme Amerika Serikat," katanya.
Badan intelijen Venezuela menyerbu markas partai oposisi Popular Will pada Selasa, 30 Agustus 2016, dan menahan aktivis oposisi Carlos Melo. Adapun aktivis dari Popular Will lainnya, Yon Goicoechea, dicokok pada Senin, 29 Agustus 2016, lantaran dituduh membawah bahan peledak.
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN