TEMPO.CO, Bandung - Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat Hening Widiatmoko mengaku khawatir harga acuan komoditas yang ditetapkan pemerintah bakal membebani pelaku pasar. “Ketika kebijakan itu melupakan kondisi di lapangan maka penetapan harga akan menjadi beban para pelaku di lapangan,” kata dia di Bandung, Rabu, 14 September 2016.
Hening mencontohkan harga komoditas bahan makanan jenis volatile food yang fluktuatif bergantung pasokan. Harga bahan komoditas volatile food itu mengikuti siklus musim tanamnya dan bergantung pada daya beli konsumen. “Kalau sampai pada batas atas gak jebol itu aman, tapi kalau jebol itu indikasinya terlalu rendah. Atau sebaliknya dipaksa naik gak ada yang beli, ini masalah konsumen punya daya beli,” kata dia.
Di wilayahnya saat ini harga cabe dan bawang merah menunjukkan tren kenaikan harga. Hening mengatakan, fluktuasi harganya mengikuti pola musim. “Cabe itu masalah saat panen, hujan. Busuk sehingga gak panen dan terjadi kelangkaan,” kata dia. Kendati demikian, belum ada permintaan operasi pasar untuk menekan kenaikan harga itu.
Kepala Bulog Divisi Regional Jawa Barat Alip Affandi mengatakan, akan mengikuti harga patokan komoditas yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 63/2016 tentang penetapan harga acuan pembelian di petani dan harga acuan penjualan di konsumen. “Ini kan sudah diatur, kita akan langsung pakai,” kata dia saat dihubungi Tempo, Rabu, 14 September 2016.
Alip mengatakan, harga acuan yang tertuang dalam rincan Peraturan Menteri Perdagangan itu juga tidak berbeda dengan harga yang digunakan Bulog saat ini. Beras misalnya, harga pembeliannya di petani Rp 7.300 per kilogram, sementara harga acuan penjualan di konsumen Rp 9.500 per kilogram.
Dari salinan lampiran Peraturan Menteri Perdagangan nomor 63 tahun 2016 itu terdapat 7 komoditas dengan harga acuan pembelian di tingkat petani dan konsumen. Beras di tingkat petani Rp 7.300 dan di konsumen Rp 9.500, jagung misalnya untuk kadar air 15 persen di tingkat petani Rp 3.150 dan di konsumen Rp 3.650 per kilogram curah dan Rp 3.5750 per kilogram dalam kemasan.
Lalu kedelai untuk lokal Rp 8.500 di tingkat petani dan Rp 9.200 di konsumen, sementara impor Rp 6.550 di tingkat petani dan Rp 6.800 di tingkat konsumen. Kemudian gula harga dasar Rp 9.100, harga lelang Rp 11 ribu, dan harga di tingkat konsumen Rp 13 ribu per kilogram. Bawang merah rogol askip di tingkat petani Rp 22.500 dan di konsumen Rp 32 ribu. Untuk cabe misalnya cabe merah keriting di petani Rp 15 ribu di konsumen 28.500, cabe merah besar Rp 15 ribu di petani dan Rp 28.500 di konsumen, cabe rawit merah Rp 17 ribu di petani dan Rp 29 ribu di konsumen. Terakhir harga daging sapi beku Rp 80 ribu dan daging kerbau beku Rp 65 ribu. Sementara untuk daging segar paha depan Rp 98 ribu, paha belakang Rp 105 ribu, sandung lamur Rp 80 ribu, dan tetelan Rp 50 ribu.
Sementara, pantauan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat sepanjang September ini harga rata-rata cabe merah di Kota Bandung sempat melonjak hingga Rp 51 ribu per kilogram dari harganya di awal bulan Rp 35 ribu per kilogram. Harga rata-ratanya hari ini menembus Rp 51.250 per kilogram.
Sementara harga rata-rata cabe merah keriting di Kota Bandung terus merangkak. Harga rata-ratanya hari ini menembus Rp 46.250 ribu per kilogram, sementara harganya di awal bulan Rp 30 ribu per kilogram.
Begitu juga dengan harga rata-rata bawang merah di Kota Bandung juga trennya terus melonjak. Harga rata-ratanya hari ini Rp 43.750 per kilogram, harganya pada awal bulan Rp 40 ribu per kilogram.
Harga rata-rata gula pasir di Kota Bandung masih stabil sepanjang September ini Rp 16 ribu per kilogram. Harga beras medium juga stabil Rp 10 ribu per kilogram, serta harga rata-rata daging sapi stabil Rp 120 ribu per kilogram.
AHMAD FIKRI