TEMPO.CO, Yogyakarta - Puro Pakualaman adalah pihak yang mendapatkan bagian pembayaran ganti rugi lahan paling besar atas pembangunan bandara baru di Kulonprogo. Pihak keluarga berjanji akan memberi tali asih bagi ratusan keluarga petani penggarap lahan itu dengan sejumlah ketentuan.
Ini menjawab gelombang protes dari para petani penggarap di lahan Pakualaman Ground Kulonprogo. Terakhir, protes itu berlangsung di Gedung DPRD DIY akhir pekan lalu. Para petani yang tergabung dalam Forum Komunikasi Penggarap Lahan Pesisir (FKPLP) menuntut Pakualaman membagi sepertiga dari nilai ganti rugi dari PT Angkasa Pura I itu. Nilai ganti rugi tersebut berjumlah Rp 727 miliar.
“Dari Sri Paduka (Paku Alam X) sudah menyatakan akan memberi tali asih, hal itu sudah dipikirkan dan dibahas,” ujar Ketua Trah Pakualaman 'Hudyana' Kanjeng Pangeran Hario Kusumoparastho kepada Tempo, Ahad, 18 September 2016.
Namun ada sejumlah ketentuan dalam pemberian tali asih tersebut. Kusumo beralasan karena sampai saat ini Puro Pakualaman belum menerima transferan pembayaran lahan dari PT. Angkasa Pura 1, maka tali asih belum bisa diberikan.
“Kami belum menerima apa-apa soal pembayaran lahan itu, masih menyelesaikan pembayaran untuk warga lainnya,” ujar Kusumo. PT. Angkasa Pura I pekan ini masih proses menyelesaikan pembayaran lahan untuk Desa Glagah dan Palihan dari total lima desa terdampak.
Kedua, Kusumo menegaskan, warga penggarap selama ini sudah diberikan hak untuk menggarap lahan tanpa pernah diminta bagian penjualan hasilnya oleh Puro Pakualaman. Sehingga untuk besaran tali asih ini besaran yang diberikan juga menjadi kewenangan pihak Pakualaman akan memberikan sebesar apa.
“Puluhan tahun menggarap lahan itu, para petani selama ini kan juga tidak diwajibkan memberikan apa pun, intinya kami tetap memberikan tali asih tapi belum bisa menentukan besarannya,” ujarnya.
Ketua FKPPLP Sumantoyo menuturkan, tingginya harga jual tanah Pakualaman untuk bandara baru Kulonprogo tak lain berkat keringat para petani penggarap yang berhasil mengubah lahan kritis itu menjadi lahan produktif. Sebelum digarap petani di tahun 1970 an, lahan itu tandus tak bisa ditanami.
“Dari petani berharap setidaknya sepertiga bagian pembayaran (untuk Pakualaman) itu bisa menjadi tali asih petani yang selama ini membuat lahan itu jadi produktif,” ujar Sumantoyo. Sumantoyo menyebut, saat ini, sebanyak 885 kepala keluarga yang menggarap lahan Pakualaman Ground masih melakukan aktivitas biasa di lahan Pakualaman Ground.
Kepala Badan Pertanahan Nasional DIY Arie Yuwirin menuturkan dari total pembayaran Rp 4,1 triliun yang disediakan PT. Angkasa Pura 1 untuk lahan calon bandara itu di dalamnya memang termasuk untuk pembayaran tanah Pakualaman Ground yang luasnya sekitar 160 hektar dari luasan total kebutuhan lahan bandara sekitar 537 hektar.
PRIBADI WICAKSONO