TEMPO.CO, Jakarta - Jaya Suprana, pendiri Museum Rekor Indonesia (MURI) siap pasang badan berdiri di depan buldozer apabila terjadi penggusuran terhadap warga Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Ia berani nekad untuk menghilangkan ketakutan warga Bukit Duri dari kabar penggusuran yang kian gencar dengan keluarnya Surat Peringatan ketiga dari Pemerintah Kota Jakarta Selatan.
"Waktu itu warga ketakutan dan saat itu saya berupaya menghibur dan saya mengatakan saya siap kalau betul digusur saya berdiri di depan buldozer. Masalah itu nanti dilindes atau tidak, saya tidak peduli," kata Presiden Direktur PT Jamu Jago saat dihubungi di Jakarta, Rabu 21 September 2016.
Jaya Suprana mengaku memiliki hubungan emosional dengan warga Bukit Duri sejak perkenalannya dengan Sandyawan Sumardi, Direktur Ciliwung Merdeka. "Saya memiliki hubungan batin dengan warga Bukit Duri cukup lama," ujar dia.
Sandyawan Sumardi, sejak tahun 2000, semakin intensif melalui kegiatan seni. "Melalui Ciliwung Merdeka, kami mengadakan konser rakyat untuk rakyat," Jaya Suprana berujar.
Hubungan itu makin erat ketika Pemda menggusur Kampung Pulo, Jakarta Timur. Jaya Suprana megaku terlambat mengetahui kabar penggusuran itu. "Saat penggusuran terjadi saya belum sadar. Sekarang warga Bukit Durilah yang belum tergusur."
Baca Juga: Sandyawan Anggap Surat Penertiban Bukit Duri Ilegal
Jaya Suprana meminta penggusuran ditunda lantaran masih ada proses gugatan yang masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tata Usaha Negara. "Penggusuran tidak boleh dilakukan sebelum ada keputusan pengadilan," katanya.
Sebelumnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengirimkan surat pernyataan ketiga untuk warga Bukit Duri, Jakarta Selatan. Direktur Ciliwung Merdeka, Sandyawan Sumardi, mengatakan surat tersebut ditolak warga Bukit Duri. "Surat itu sudah keluar, tetapi kami tidak menerima karena kami menolak," kata Sandyawan saat dihubungi di Jakarta, Rabu 21 September 2016.
Sandyawan mengatakan pada pertemuan warga di Mesjid Bukit Duri, Selasa 20 September 2016, warga bertekad untuk melawan. Ia merencanakan perlawanan. "Warga akan tetap melawan, meskipun berbeda dengan perlawanan warga Kampug Pulo. Mungkin kami melawan dengan lebih berkebudayaan," kata dia. Sebabnya, warga Bukit Duri, lebih sedikit ketimbang warga Kampung Pulo.
Simak Pula: Sandiaga ke Rumah Susun, Ahok Akan Tetap Gusur Bukit Duri
Selain itu, Sandyawan mengatakan pengiriman SP3 adalah ilegal. Sebab, gugatan warga Bukit Duri masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sidang terakhir terhenti karena kuasa hukum memerlukan pertimbangan dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota Jakarta Selatan.
ARKHELAUS W