TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Ratna Sarumpaet mengatakan, para calon gubernur DKI Jakarta mengumpulkan para korban gusuran dalam satu ruangan untuk menjelaskan rencana-rencana pembangunan Ibu Kota ke depannya. "Supaya kami bisa mendengarkan plan dia, bisa kritisi. Siapkan siapa yang bakal memimpin kami," ujar Ratna di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 3 Oktober 2016.
Gerakan mengumpulkan korban penggusuran itu harus dilakukan pasangan calon agar publik menjadi saksi terkait janji yang mesti mereka tunaikan saat terpilih nanti. "Jangan sampai kaya kontrak politiknya Jokowi. Ngomong kasak-kusuk di bawah gang. Itu sekarang dia ngilang, sudah jadi presiden. Dia enggak peduli rakyat diinjak-injak sama Ahok (calon inkumben Basuki Tjahaja Purnama)."
Baca Juga
Ratna Sarumpaet Dilarang Ikut Tahlilan di Rusun Rawa Bebek
Jika Ahok Menang Pilkada, Dhani dan Sarumpaet Tinggalkan DKI
Dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017, tiga pasangan calon akan bertarung memperebutkan kursi DKI-1. Selain Ahok-Djarot Saeful Hidayat sebagai calon inkumben, penantang mereka adalah pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang di usung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera, serta pasangan bentukan Koalisi Cikeas, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.
Ratna Sarumpaet menilai belum ada satu pun pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta yang memiliki program-program pembangunan yang bersifat antitesis dari kebijakan gubernur saat ini, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. "Dari mereka daftar sampai hari ini sifatnya masih basa-basi," kata Ratna. Karena itu, Ratna meminta para penantang Ahok memberikan solusi bagi para korban gusuran.
Adapun Ratna Sarumpaet hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bersama sejumlah warga Pasar Ikan-Kampung Akuarium, Jakarta Utara, yang menjadi korban relokasi pemerintah DKI, untuk mendaftarkan gugatan class action terhadap pemerintah DKI Jakarta. Mereka menggugat Gubernur DKI Jakarta, Wali Kota Jakarta Utara, Panglima TNI, dan Kepala Polri.
Simak Pula
Momen Mesra Anya Geraldine yang Bakal Dihapus dari YouTube
Dilema Ahok: Antara Sombong dan Curi Start Kampanye
Marshanda, 40 tahun, warga Pasar Ikan, mengatakan gugatan tersebut merupakan bentuk kekecewaan warga terhadap pemerintah. Dia menuntut pemerintah untuk mengembalikan haknya. "Kami mau gugat karena bangunan kami diambil. Bangunan kami yang permanen dihancurkan tanpa ganti rugi," ujar ibu dua anak itu. Dia mengungkapkan, bahwa penggusuran tersebut dilakukan tiba-tiba tanpa musyawarah.
Selain itu, kata Marshanda, warga hingga kini belum mengetahui lahan mereka nantinya akan digunakan untuk apa. Selain itu, menurut Marshanda, lahan Pasar Ikan juga bukan termasuk dalam zona hijau. "Dari peta bukan zona hijau, untuk pemukiman. Bangunan kami tidak liar," kata dia. Lahan yang antara lain dimiliki Marshanda digurus pemerintah pada 11 April 2016.
Penggusuran permukiman Pasar Ikan, Kampung Akuarium, Jakarta Utara, saat itu dilakukan dengan melibatkan aparat kepolisian dan militer. Pemerintah DKI Jakarta beralasan bahwa penggusuran tersebut ditujukan untuk pembangunan sheetpile guna mencegah banjir yang kerap melanda Ibu Kota.
FRISKI RIANA
Baca Juga
Ibu Mutilasi Anak Ternyata Istri Provos Polda Metro
SBY Turun Gunung, Pimpin Rapat Pemenangan Agus Yudhoyono