TEMPO.CO, Yogyakarta - Seorang polisi anggota Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian Daerah (Polda) Daerah Istimewa Yogyakarta tewas karena tembakan pistolnya sendiri. Kejadian pada Senin malam, 3 Oktober 2016, itu diduga bunuh diri setelah dia pesta minuman keras.
"Memang ditemukan minuman keras," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Daerah Istimewa Yogyakarta Komisaris Besar Anny Pudjiastuti, di kantornya, Selasa, 4 Oktober 2016.
Anny menjelaskan, polisi berpangkat brigadir kepala atas nama Iwan Rudiyarto, 35 tahun, itu tewas setelah terkena peluru yang kemungkinan disengaja mengenai kepalanya. Awalnya dua tembakan diarahkan ke atas, tapi pistol itu macet. Tembakan ketiga diarahkan langsung ke kepalanya. Ia tewas bersimbah darah.
Baca juga:
Ingat Skandal Papa Minta Saham? Aneh, Nama Baik Novanto Dipulihkan
Heboh Manifesto Komunis: Polisi Ngawur Sita Buku Asal Malaysia?
Sebelum kejadian itu, polisi yang bertugas di Satuan Brimob Kompi B Sentolo Kulon Progo itu mengundang rekannya bernama Supriyono dan Agung Pribadi untuk pesta minuman keras ke rumahnya. "Dia menyediakan minuman keras Vodka."
Seusai minum minuman keras itu, dua kawannya pulang ke rumah. Namun beberapa saat kemudian Iwan yang rumahnya di Padureso, Purworejo, menyusul ke rumah Supriyadi di Desa Sindurjan RT 3 RW 5 Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Ia menenteng sebuah tas kresek. Di rumah itulah polisi tersebut menembakkan pistol ke kepalanya sendiri.
Dari informasi yang dihimpun, Iwan mengeluh mengenai keadaan keluarganya kepada rekan-rekannya itu. Di antaranya soal anak tirinya yang susah diatur. Permasalahan keluarga ini yang diduga menjadi penyebab polisi itu bunuh diri. Namun, penyidik masih mengumpulkan keterangan dari saksi-saksi saksi termasuk dari rekan yang minum-minuman keras bersama.
"Korban mengeluh kepada saksi bahwa anak tirinya susah diatur. Tiba-tiba dia mengambil pistol dan menarik pelatuk ke arah atas dua kali tapi ket, kemudian secara tiba-tiba mengarahkan pistol ke kepalanya, langsung der dan tersungkur, saksi langsung lapor polisi," kata Anny.
Ia menambahkan, dalam institusi kepolisian, setiap Kamis pasti ada bimbingan kerohanian. Yang beragama Islam dilakukan di masjid masing-masing kesatuan, bagi yang beragama lain didatangkan rohaniwan untuk melakukan bimbingan rohani kepada para anggota. Setiap enam bulan pun ada tes psikologi anggota kepolisian.
"Kondisi psikologi polisi dicek setiap enam bulan. Pemegang senjata api sesuai peruntukannya dan melalui uji seleksi psikologi. Saat tes dia dalam keadaan baik. Tapi kejiwaan dan emosi seseorang tergantung dia mengendalikan emosi," katanya.
"Korban telah dimakamkan di Pengasih Kulon Progo daerah asal orang tuanya," ia menambahkan.
Bagi polisi yang ketahuan atau dilaporkan meminum minuman keras diberi sanksi tegas. Jika ada permasalahan sebaiknya dikonsultasikan ke atasan. Supaya tidak terjadi korban, baik korban dari pihak kepolisian maupun masyarakat.
"Kalau dia (polisi yang bermasalah) memegang senjata api, maka bisa kami tarik senjatanya," kata Anny.
Lembaga Swadaya Masyarakat Jogja Police Watch (JPW) menyayangkan peristiwa bunuh diri yang dilakukan polisi ini. Apalagi pistol yang digunakan adalah senjata api untuk tugas.
Kepala Divisi Pengawasan dan Penyelidikan JPW, Kusno S. Hutomo, mengatakan polisi harus mengusut tuntas kasus yang menimpa anggotanya ini. "Apakah itu murni bunuh diri atau ada penyebab lain," katanya.
Ia menyatakan, perlu ada pembenahan di internal kepolisian agar kasus-kasus seperti itu tidak terjadi. Contohnya seperti menyiapkan personel yang tangguh secara mental dan spiritual terutama polisi garda depan atau pasukan.
"Perlu ada evaluasi dan penguatan mental bagi para polisi terutama yang memegang senjata api," kata Kusno.
MUH SYAIFULLAH
Baca juga:
Heboh Manifesto Komunis: Polisi Ngawur Sita Buku Asal Malaysia?
Ingat Skandal Papa Minta Saham? Aneh, Nama Baik Novanto Dipulihkan