TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum dalam sidang kematian Wayan Mirna Salihin yakin tuntutan 20 tahun penjara bagi terdakwa Jessica Kumala Wongso adalah tuntutan yang tepat. Jaksa menyanggah kurangnya bukti menjadi alasan mereka tak menuntut hukuman maksimal, yaitu hukuman mati.
"Kami dalam pembuktian mantap sekali. Cuma, ya, begitulah. Kami berada pada sisi subyektivitas kami. Kami anggap 20 tahun adalah hukuman yang pantas," kata salah satu jaksa, Ardito Muwardi, saat ditemui seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 5 Oktober 2016.
Meskipun begitu, ia mengatakan keputusan akhir tetap ada pada majelis hakim yang dipimpin Kisworo. Jika nanti majelis menilai perbuatan Jessica ternyata lebih berat daripada yang jaksa bayangakan, bisa saja Jessica mendapat vonis hukuman lebih dari 20 tahun penjara atau bahkan hukuman mati.
"Di sini peran hakim, kalau hakim menilai (perbuatan) ini lebih berat, bisa saja diberi hukuman yang lebih berat," ujarnya.
Selama empat bulan sidang berjalan, jaksa telah mendatangkan 50 saksi, yang terdiri atas saksi fakta dan saksi ahli. Saksi yang didatangkan dari keluarga Jessica hingga polisi asal Australia.
Jaksa, sebelum membacakan tuntutan, menegaskan kembali poin-poin para saksi. Mereka menegaskan bahwa Jessica telah terbukti menaburkan sianida di dalam es kopi Vietnam di Kafe Olivier di Mal Grand Indonesia pada 6 Januari 2016.
Jaksa mendasarkan tuntutannya pada lima hal. Pertama, Jessica dinilai telah membuat keluarga Mirna sedih ditinggalkan salah satu anggotanya. Selanjutnya, Jessica dinilai telah bertindak secara keji membunuh Mirna, yang merupakan sahabat sendiri.
Apalagi alat pembunuhan adalah sianida, sehingga menyebabkan Mirna menderita sebelum meninggal. Pembunuhan itu juga dituduhkan jaksa telah direncanakan dengan matang dan terencana. Alasan terakhir, Jessica dinilai memberikan keterangan yang berbelit-belit dalam persidangan dan cenderung membelokkan fakta.
EGI ADYATAMA