TEMPO.CO, Jakarta - Prof. Dr. Djohermansyah Djohan meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak bingung atas kebijakan terbaru yang dikeluarkan Menteri Dalam Negeri terkait cuti bagi kepala daerah inkumben.
"Gubernur Ahok jangan banyak bingung. Bapak harus firm. Pegang aturan main yang berlaku, yang lama-lama tidak usah dipakai," kata Djohermansyah dalam sidang uji materi UU Pilkada di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Oktober 2016.
Djohermansyah Djohan, yang tahun 2010 menjabat sebagai Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri dihadirkan sebagai saksi ahli di Mahkamah Konsitusi.
Ahok memang mempermasalahkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2016. Isi aturan itu adalah pelaksana tugas gubernur memiliki kewenangan dalam peraturan daerah anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan perda organisasi perangkat daerah.
Baca juga:
Survei Populi: Elektabilitas Ahok 45,5 Persen, Tidak Anjlok
Keterpilihan Ahok Merosot: Inilah 3 Hal Menarik & Mengejutkan
Padahal, dalam peraturan yang lama, kata Ahok, kewenangan itu dibatasi jika kepala daerah yang sebenarnya sedang menjalani cuti kampanye.
Djohermansyah menyampaikan bahwa ada perubahan kebijakan sebagai jawaban atas fenomena cuti bagi kepala daerah inkumben. Selama ini, Ahok beralasan ingin cuti selama masa kampanye bersifat opsional agar dirinya bisa menjaga rancangan APBD 2017 yang tengah dibahas.
Menurut Pasal 70 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, kepala daerah yang mencalonkan kembali harus melaksanakan cuti selama masa kampanye. Adapun Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan masa cuti tersebut pada 28 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017.
Karena kurun waktu itu bentrok dengan pembahasan APBD DKI 2017, Ahok mengajukan uji materi terhadap UU Pilkada. Sebab, jika dirinya cuti, APBD baru bisa disahkan setelah masa cuti kampanye itu berakhir, yakni pada Februari 2017.
Sementara, kata Ahok, hal itu melanggar peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang mewajibkan pengesahan harus dilakukan sampai akhir Desember.
Ahok juga menyoal pengangkatan pelaksana tugas gubernur dari pejabat terbaik yang bebas dari konflik kepentingan pilkada oleh Menteri Dalam Negeri. "Sedangkan Mendagri Anda dari partai politik. Bagaimana bisa bebas dari (kepentingan) partai politik?" gugat Ahok.
Menurut Djohermansyah, kemampuan Mendagri yang juga seorang politikus untuk mengangkat pelaksana tugas yang netral, merupakan praktek empirik yang dia lewati selama menjabat pimpinan tertinggi di Kementerian Dalam Negeri. Biasanya pengangkatan dilakukan dengan prosedur standar.
Djohermansyah menilai, tidak semua pejabat di Kementerian Dalam Negeri bisa dijadikan pejabat sementara atau pelaksana tugas. "Hanya yang punya reputasi bagus. Kalau tidak ada orang di Kemendagri, bisa juga dari pemerintah daerah," tutur Djohermansyah yang ahli otonomi daerah.
FRISKI RIANA
Baca juga:
Keterpilihan Ahok Merosot: Inilah 3 Hal Menarik & Mengejutkan
Heboh Manifesto Komunis: Polisi Gegabah Sita Buku Malaysia