TEMPO.CO, Magelang - Direktur The Wahid Institute Zannuba Arrifah Chafsoh atau Yenni Wahid membuka pameran seni rupa dalam rangkaian Borobudur Writers & Cultural Festival 2016 di The Heritage, Convention Center, Hotel Plataran, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Kamis, 6 Oktober 2016.
Anak mantan presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini mengatakan Centhini memiliki konotasi yang saru. Padahal Centhini bicara refleksi perjalanan manusia mengatasi nafsu atau perjalanan kehidupan. Perjalanan Amongrogo, satu di antara tokoh dalam Serat Centhini menuju manunggaling rasa. Dari situ banyak kebijakan hidup yang bisa dipelajari.
Yenni mengatakan perjumpaannya dengan penyadur Serat Centhini ke dalam bahasa Prancis, Elizabeth Inandiak, membuka dunia baru bagi Yenni tentang Serat Centhini. "Di Serat Centhini, dalil agama bercampur dengan kata-kata cabul," katanya.
Ihwal kebijakan hidup juga disinggung budayawan Romo Mudji Sutrisno. Menurut dia, ketika seseorang menulis, menari, dan bermusik, itu adalah bagian dari merawat kehidupan.
Romo Mudji mengatakan Serat Centhini merupakan khazanah Nusantara identitas untuk menafsir kembali bagaimana religiositas dan erotisme. Sastra Jawa ini semestinya berfungsi sesuai dengan zamannya supaya orang bisa belajar tentang kebijakan hidup. "Ketika orang menulis, menari, dan bermusik, orang merawat kehidupan. Di sana mereka belajar kebijakan hidup," tuturnya.
Setelah pameran seni rupa dan fotografi ini dibuka, berlangsung seminar bertajuk “Tafsir Serat Centhini”. Seminar ini menghadirkan pembicara, di antaranya Elizabeth D. Inandiak, Dr Karsono W. Saputro, dan Kartika Setyawati.
Ada pula Musyawarah Penerbit-Penulis bersama Badan Ekonomi Kreatif di tempat yang sama. Pad sore hari, berlangsung pentas seni di lereng Gunung Andong, Ngablak, Magelang. Borobudur Writers & Cultural Festival berlangsung pada 5-8 Oktober 2016.
SHINTA MAHARANI